Belakangan ini ramai di media sosial suara yang menyerupai Presiden Joko Widodo menyanyikan berbagai genre lagu. Yang paling ternama adalah lagu “Asmalibrasi” yang mendapat view lebih dari 1,9 juta kali, dibagikan lebih dari 25.600 warganet dan disukai hingga 182.200 pengguna.
Pakar komunikasi digital Universitas Indonesia, Firman Kurniawan menjelaskan jika suara yang mirip Presiden Joko Widodo merupakan produk kecanggihan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang disebut sebagai deep fake. Ini merupakan produk yang mampu menirukan wajah, suara, mimik muka, intonasi, hingga logat seseorang.
Meskipun deep fake bagus untuk kemajuan teknologi, namun dalam kontestasi politik, deep fake dapat dimanfaatkan untuk menyebarkan hoaks atau berita bohong dan konspirasi yang memecah persatuan. Hal ini dijelaskan oleh Pengamat keamanan siber Alfons Tanujaya tentang bagaimana deep fake dapat merusak citra politik.
Menurut Alfons Tanujaya dapat dimanfaatkan seseorang untuk menyerang lawan politik dan menghancurkan elektabilitasnya. Hal ini lebih mudah dilakukan karena deep fake sangat sulit dibedakan oleh masyarakat. Sehingga peluang masyarakat tertipu dan terprovokasi akan semakin besar.
Pendorong Hoaks dan Konspirasi
AI dapat menjadi faktor pendorong dalam penyebaran hoaks dan konspirasi. Teknologi ini dapat digunakan untuk menghasilkan konten palsu dan manipulatif seperti gambar dan video yang sulit dibedakan dari konten asli. AI juga dapat digunakan untuk membuat akun palsu di media sosial dan mengotomatiskan penyebaran konten yang tidak benar atau tidak terbukti.
Menurut sebuah penelitian oleh OpenAI, sebuah organisasi riset AI, teknologi deep learning dapat digunakan untuk membuat teks yang sangat mirip dengan gaya penulisan manusia. Dengan demikian, AI dapat digunakan untuk membuat artikel palsu atau memperkuat narasi konspirasi.
Tidak hanya itu, AI juga dapat mempercepat penyebaran hoaks dan konspirasi. Dalam lingkungan digital yang cepat dan tanpa batas, AI dapat menyebarluaskan konten palsu dengan sangat cepat melalui jaringan sosial. AI juga dapat membuat algoritma yang dapat menyesuaikan konten yang ditampilkan pada setiap pengguna sehingga dapat lebih mudah menyebarluaskan hoaks dan konspirasi kepada orang yang lebih rentan terhadap informasi palsu.