DI BAWAH LANGIT AGUSTUS

SAWAH MENJADI PARKIRAN

Di suatu desa,
padi hanya tumbuh di ingatan,
sementara tanahnya disemen
untuk menampung mobil-mobil dari kota.

https://www.instagram.com/jejaringduniasantri/

Di jalan menuju bekas lumbung,
bau bensin mengalahkan bau jerami.
Anak-anak belajar menghitung kendaraan,
bukan menghitung bulir padi di tangannya.

Kemerdekaan pernah datang lewat pintu sawah,
tapi pintu itu kini terkunci,
kuncinya digadaikan
kepada mereka yang lebih percaya
aspal daripada lumpur.

JALAN YANG MENGIKAT

Kita berjalan di jalan itu,
mengangkat kepala tinggi-tinggi
agar tak melihat bayangan sendiri
yang diborgol di aspal.

Angin mengibarkan bendera di ujung lapangan,
tapi di bawahnya,
orang-orang duduk membisu,
menunggu giliran mengangkat tangan
hanya jika kamera menyorot.

Merdeka menjadi kata yang dibisikkan,
bukan diteriakkan.

TANAH YANG MENGINGAT

Ada tanah yang masih mengingat
bunyi langkah para pejuang,
meski di atasnya kini berdiri
gedung-gedung yang tak pernah tidur.

Di ruang rapat berpendingin udara,
nama-nama mereka disebut—
hanya untuk memberi jeda pada tepuk tangan.

Tapi tanah tahu
merdeka bukan soal siapa yang duduk di kursi,
namun siapa yang berani berdiri.

KEPADA YANG PERNAH MATI UNTUK BENDERA

Bendera ini masih berkibar,
meski tiang penyangganya berkarat
dan warnanya mulai pudar.

Mereka yang mati untuknya
; apa kabar di tanah dalam?
Apakah kalian melihat
bagaimana kain ini kini
lebih sering difoto daripada dibela?

Di sekolah-sekolah,
anak-anak menghafal tanggal
tapi lupa alasan.

Di pasar-pasar,
bendera dijual dengan diskon.
Merah-putihnya dilipat
bersama tag harga.

DI BAWAH LANGIT AGUSTUS

Langit pagi tampak terlalu biru
seperti ingin menghapus ingatan tentang perang.

Orang-orang berkumpul di lapangan,
mengibarkan kain merah putih
yang lebih banyak mengenal tiang
daripada tangan yang membelanya.

Seseorang meniup terompet,
meneriakkan “Merdeka!”
lalu membungkus lagi suaranya
dalam amplop sehari-hari—
yang isinya
hanya berita, utang, dan doa-doa pendek.

Sumber ilustrasi: Kompasiana.com.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan