Gen Z, Media Sosial, dan Pentingnya Pendidikan Karakter

Generasi Z, atau sering disebut Gen Z, merujuk pada mereka yang lahir antara pertengahan tahun 1990 hingga awal 2010-an. Mereka adalah generasi yang saat ini sangat akrab dan menguasai dunia digital yang serba cepat. Hal itu terjadi karena mereka lahir dan berkembang bersama gawai yang telah digenggam sejak mereka kecil.

Tidak hanya dekat dengan teknologi, Gen Z juga mengandalkan teknologi dalam hampir setiap aspek kehidupan sehari-hari. Media sosial seperti TikTok, Instagram, YouTube, X, bahkan AI menjadi teman dan media yang memudahkan segala pekerjaan Gen Z.

https://www.instagram.com/jejaringduniasantri/

Namun, tanpa disadari, platform yang sudah tersedia ini memberikan efek candu kepada Gen Z karena cara kerja yang serba cepat dan instan. Tidak hanya berperan sebagai media hiburan, Gen Z juga memanfaatkan media sosial dan AI sebagai sarana untuk belajar, berinteraksi, dan bahkan mencari jati diri.

Menurut data dari We Are Social (2024), remaja Indonesia menghabiskan rata-rata 3-4 jam per hari di media sosial. Ini merupakan angka yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan negara Asia Tenggara yang lain.

Sayangnya, di balik kemudahan yang diberikan oleh teknologi ataupun media sosial, terdapat sisi gelap yang sudah terlihat di lingkungan sekitar. Di balik layar device yang kita gunakan ini, ternyata marak sekali kasus perundungan daring (cyberbullying), ujuran kebencian, dan konten yang merusak moral dan melanggar norma.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat, pada tahun 2023, kasus perundungan di kalangan pelajar meningkat drastis, dan sebagian besar terjadi di ruang digital. Di saat yang bersamaan, rasa toleransi dan empati pada remaja justru semakin langka ditemukan. Akibat hal ini banyak dari mereka yang merasa tertekan karena ekspetasi yang tidak realistis di dunia maya. Hal ini menjadi tanda tanya bagi masyarakat, ke arah mana moral generasi muda saat ini?

Dalam situasi seperti itulah, pendidikan karakter makin dibutuhkan dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Di tengah gempuran teknologi informasi dan budaya yang serba instan, pendidikan karakter harus menjadi fondasi utama dalam membentuk moral generasi muda saat ini.

pendidikan karakter sendiri dipahami proses atau usaha menanamkan nilai-nilai moral dan etika yang esensial, seperti tanggung jawab, empati, kejujuran, dan toleransi. Dengan pendidikan karakter, diharapkan agar individu dapat berperilaku baik dalam kehidupan sehari-hari.

Di era yang serba digital pada saat ini, berita dan informasi dapat menyebar hanya dalam hitungan detik. Dalam konteks ini, pendidikan karakter menjadi filter moral bagi Gen Z dalam memilah, menerima, dan menyikapi segala informasi agar tidak terjebak dalam konten negatif dan hoaks. Tanpa adanya moral, anak muda akan sangat mudah terhasut oleh arus negatif seperti ujaran kebencian atau bahkan ikut serta dalam menyebarkan dan membuat hal-hal negatif hanya untuk terlihat update dan keren.

Dengan pendidikan karakter, generasi muda perlu belajar bahwa komentar di dunia maya pun memiliki konsekuensi di dunia nyata. Hal ini bukan hanya bagaimana kita berprilaku baik di sosial media, tetapi juga tentang bagaimana kita menghargai privasi orang lain, dan bertanggung jawab atas jejak digital yang telah kita buat.

Kedisiplinan dan integritas pada remaja juga merupakan hal yang krusial yang dapat diperoleh melalui pendidikan karakter. Melihat perkembangan pada zaman sekarang yang segala hal dapat diedit, dipoles, dan dimanipulasi, maka generasi muda perlu belajar untuk tetap jujur.

Namun, yang perlu diingat, implementasi pendidikan karakter bukan kewajiban yang bisa dilakukan sendirian. Membangun karakter memerlukan proses, komitmen, dan kolaborasi dari berbagai aspek dan pihak, seperti di lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat. Salah satu strategi yang dapat diterapkan di lingkungan sekolah adalah dengan integrasi pendidikan karakter dalam kurikulum, seperti proyek P5 dalam Kurikulum Merdeka. Proyek ini mengajarkan siswa tentang pengetahuan akademis dan mengajak para siswa untuk berkolaborasi dan berkontribusi pada masyarakat.

Selain itu Gen Z juga membutuhkan pendidikan anti perundungan dan literasi digital, agar generasi muda dapat menjaga batasan dalam berinteraksi dan menjadi pengguna sosial media yang lebih bertanggung jawab.

Tidak kalah penting, keteladanan dari guru dan orang tua juga menjadi role model yang berperan besar bagi remaja. Ketika guru dan orang tua menunjukkan sikap kejujuran, tanggung jawab, dan empati, remaja akan cenderung meniru perilaku tersebut dengan sendirinya. Pengawasan terhadap penggunaan media sosial yang dapat diakses oleh anak juga perlu dibatasi dengan bijak untuk menciptakan rasa nyaman untuk berbagi pengalaman mereka di dunia maya.

Untuk mendukung pendidikan karakter, peran media dan komunitas juga sangat dibutuhkan. Dengan membuat konten inspiratif dan edukatif yang dapat diakses oleh anak-anak dan remaja adalah salah satu cara yang efektif. Kolaborasi antara sekolah, influencer, dan komunitas menjadi sarana yang baik untuk menyampaikan pesan positif kepada generasi muda saat ini. Dengan begitu kita dapat menciptakan lingkungan yang kondusif untuk mendukung pendidikan karakter dan membantu generasi muda untuk menjadi individu yang kreatif, cerdas dan bertanggung jawab.

Di tengah derasnya arus digital yang serba cepat dan instan, kita harus sadar bahwa kita sedang menghadapi tantangan untuk menata ulang arah pendidikan bangsa. Pendidikan harus bisa menyiapkan generasi muda yang tidak hanya cerdas teknologi, tapi juga kuat karakter dan cerdas secara emosional.

Gen Z yang tumbuh dengan kemudahan yang diberikan oleh teknologi, harus tetap menjaga karakter, etika, dan moral. Peran keluarga, sekolah dan masyarakat sangat dibutuhkan dalam bersinergi untuk menanamkan nilai-nilai empati, tanggung jawab, dan kejujuran. Dalam era di mana semua bisa viral dalam hitungan detik, hanya karakter dan moral lah yang dapat membuat remaja tetap bermakna. Karena itu, diperlukan kesadaran untuk membangun dan memperkuat karakter dan moral remaja guna menciptakan agen perubahan yang positif di masyarakat.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan