Malam ini, Rabu, 26 Mei 2021, terjadi peristiwa alam berupa gerhana bulan total yang dapat diinderai di beberapa daerah di Indonesia. Termasuk di area Jawa Timur. Di daerah ini fenomena alam dapat dilihat dengan jelas, dengan mata telanjang.
Gerhana, baik gerhana matahari maupun gerhana bulan, merupakan tanda-tanda kebesaran Allah. Di dalam ajaran Islam, gerhana matahari maupun gerhana bulan sama sekali tidak ada kaitannya dengan kepercayaan tertentu, atau mitos-mitos tertentu, yang kerap dikait-kaitkan dengan khurafat dan kepercayaan tertentu. Sebab, hal sedemikian akan menjerumuskan kita ke dalam perkara syirik ataupun perbuatan dosa yang mestinya kita hindari.
Mitos-mitos Gerhana
Ada berbagai kepercayaan yang tidak berdasar terkait dengan adanya gerhana. Di daerah Sumenep bagian utara, daerah kecamatan Batuputih, dulu saat penulis masih kecil —sekarang sepertinya sudah tidak ada lagi, kecuali sisa-sisa orang tua yang masih percaya khurafat— jika ada gerhana (bulan, terutama) orang-orang membangunkan hewan ternak dan bahkan tumbuh-tumbuhan. Hal ini dimaksudkan agar ternak subur, beranak pinak, sedangkan tumbuh-tumbuhan supaya berbuah lebat. Hal ini tentu saja tidak mendasar dan tidak logis. Sebuah tradisi yang harus diluruskan karena bertentangan dengan akal sehat dan logika sains serta ajaran Islam.
Kepercayaan lainnya, masih di daerah yang sama, jika ada perempuan yang hamil, harus sembunyi (nyono’) ke bawah ranjang (baruma) sambil menggigit sebilah pisau. Tujuannya adalah agar janin yang ada di dalam rahim tidak meninggal dunia. Padahal, sebagai fenomena alam, baik gerhana matahari maupun gerhana bulan, tidak ada kaitannya dengan keselamatan janin. Kesehatan janin ditentukan oleh upaya ibu dan ayah dalam menjaga gizi dan nutrisi janin melalui skema kedokteran yang ilmiah.
Tentu saja masih ada kepercayaan yang tidak logis di daerah lainnya. Tentang wanita hamil yang harus sembunyi di bawah ranjang ini dikaitkan dengan saat putra Nabi Muhammad, Ibrahim, meninggal dunia, dan saat itu tejadi gerhana matahari. Padahal, Nabi sudah memberitahukan bahwa gerhana tidak ada kaitannya dengan kematian atau kelahiran seseorang.
Gerhana Menurut Sains
Gerhana adalah fenomena astronomi yang terjadi apabila sebuah benda angkasa bergerak ke dalam bayangan sebuah benda angkasa lain (wikipedia). Umumnya, istilah gerhana dikaitkan dengan gerhana matahari, apabila cahaya Matahari tertutup oleh Bulan untuk sampai ke permukaan Bumi. Lainnya adalah gerhana bulan, apabila Bumi menghalangi cahaya Matahari untuk sampai ke Bulan. Jadi, gerhana matahari maupun gerhana bulan merupakan fenomena alam yang dapat terjadi sewaktu-waktu dan dapat diperkirakan.
Dengan kemajuan pengetahuan (ilmu astronomi), terjadinya gerhana matahari dan gerhana bulan dapat diketahui. Melalui penghitungan yang tidak sederhana (bagi yang tidak paham ilmu astronomi, ilmul hisab), kejadian gerhana dapat diperkirakan dan diperhitungkan. Tentu saja pengetahuan ini merupakan bagian dari sunnatullah. Semoga kita dapat memetik hikmah dari fenomena gerhana, dan dapat semakin mempertebal keimanan kepada Allah.
Dalam sebuah keterangan, hakikatnya gerhana itu tidak hanya terjadi pada Matahari dan Bulan. Akan tetapi benda-benda langit lainnya, seperti planet dan semacamnya juga dapat terjadi gerhana. Jika beberapa benda angkasa berada dalam satu garis lurus dalam suatu garis edar, maka benda angkasa tersebut dinamakan gerhana. Namun yang menjadi fokus perhatian dalam keseharian kita adalah gerhana matahari dan gerhana bulan. Karena kedua benda angkasa ini yang paling dekat dengan tempat hidup kita, Bumi.
Perspektif Islam
Di dalam ajaran Islam, terjadinya gerhana merupakan sebuah tanda kekuasaan Allah. Dengan demikian seharusnya fenomena ini menjadi salah satu sarana untuk meningkatkan ketakwaan kita. Di dalam Al-Quran, Allah berfirman, “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari, dan bulan. Janganlah kalian sujud (menyembah) matahari maupun bulan, tapi bersujudlah kepada Allah yang menciptakannya, jika memang kalian beribadah hanya kepada-Nya.” (QS. Al-Fusshilat: 37).
Ayat tersebut menunjukkan bahwa Matahari dan Bulan serta hal-hal yang timbul darinya, seperti terjadinya gerhana, merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah. Karena Matahari dan Bulan merupakan ciptaan-Nya, maka Allah menegaskan untuk tidak menyembah Matahari atau Bulan. Tetapi sembahlah yang menciptakan keduanya, yaitu Allah.
Terkait dengan terjadinya gerhana, baik gerhana matahari atau gerhana bulan, Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua ayat (tanda) di antara ayat-ayat Allah. Tidaklah terjadi gerhana matahari dan bulan karena kematian seseorang atau karena hidup (lahirnya) seseorang. Apabila kalian melihat (gerhana) matahari dan bulan, maka berdoalah kepada Allah dan salatlah hingga (keduanya) tersingkap kembali.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam ajaran Islam kita disunahkan untuk melaksanakan salat gerhana. Salat ini berbeda dengan pelaksanaan salat lainnya. Dilakukan dengan cara melakukan dua kali rukuk dalam satu rakaat, serta dua kali bacaan fatihah dan dua kali bacaan surat pendek. Jadi ada kekhususan dalam pelaksanaan salat gerhana. Selain niatnya yang juga tertentu (khusus), bacaan-bacaan lainnya sama dengan salat pada umumnya.
Salat sunah gerhana dimaksudkan agar kita semakin dekat (taqarrub) kepada Allah. Ketika cahaya Matahari dan atau Bulan tidak sampai ke Bumi, maka akan menjadi suatu bencana. Artinya, cahaya Matahari, sebagaimana dijelaskan di dalam sains, adalah sumber dari segala sumber energi. Tanpa adanya cahaya Matahari tidak akan ada kehidupan di muka Bumi ini. Sudah selayaknya, kita harus bersyukur sebab adanya cahaya Matahari, dengan cara berbuat amar makruf nahi munkar. Menjaga kemaslahatan Bumi, serta membangun kehidupan yang berdasarkan kemakmuran bersama. Wallahu A’lam!