GURU, MALAM ITU
ketika bulan mulai naik ke atap rumah
aku gugup di depan dampar
juga di depanmu
kaligrafi-kaligrafi mengukir sunyi di hati
betapa remang jiwa ini
jika secarik cahaya dari bibirmu tak kudapati
tinggal kedunguan memperbudak
jalan hidup
kau menyuruhku melafalkan huruf-huruf
pada qur’an mini
aku gagap sebab kecamuk di kepala
kini tinggal rindu, menikam tenteram jiwaku
dan di sini dengan puisi
aku memanggilmu bertalu-talu.
Cabeyan, 2021.
BALLADA POTRÈ KONÈNG
aku seorang perempuan yang menanggung luka mimpi
pada sebuah gua ketika tapa mengikat sadarku berupa puisi
di kolong ranjang, tuhan rangkai kidung panjang
pada sepasang bibir
sedang gelap mulai bermain muka dengan rahasia
hingga terlaksna senggama
pada jaga, tiba-tiba perutku bunting
bulanku duka, senyumku purna,
hujan dari mataku makin deras saja
kang mas, o, kang mas adi podhay
betapa nestapa diriku, keanehan menyadap berupa belati
dan dengan apa aku menutup rasa malu?
Cabeyan, 2021
PADA SEBUAH PAGI
pada sebuah pagi, yang kerap mengirim gigil
aku beku. di teras rumah.
sedang burung-burung ramah kicaunya
barusan, subuh juga sangat bening
doa-doa membentuk kaligrafi sebuah nama
pada sebuah pagi, ketika matahari
fasih mengusir embun di pangkuan daun
puisi-puisi rekah dari kelopak bunga angsoka
kumbang tertawa, aku berduka
membiarkan malam lewat begitu saja
(lalai menghadapMu)
Kutub, 2021.
ADA SUNGAI HILIR
ada sungai hilir
menulis rindu pada batu-batu
gelembung hanya kaca sepi
yang ditinggalkan matahari
burung dan cericitnya
hinggap di kering ranting.
daun gugur begitu saja.
angin lewat begitu saja.
aku dapat sepi yang maha
Yogya, 2021.
ilustrasi: qwerty co.id