Menuntut ilmu itu hukumnya wajib bagi kaum muslim, baik muslim laki-laki maupun muslim perempuan. Kewajiban menuntut ilmu dijelaskan dalam hadist Nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Majjah.
طلب العلم فريضة على كل مسلم
”Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim.” (HR. Ibnu Majjah)
Di dalam dunia pesantren, para santri dibina serta ditempa dengan pendidikan agama yang intensif. Pesantren sendiri menggunakan sistem kurikulum 24 jam, di mana mereka belajar tidak hanya di pagi dan siang hari. Akan tetapi, mereka belajar dari pagi hari hingga larut malam demi mendapat ilmu agama dari kiai. Mereka dituntut bukan hanya sekedar mengerti terhadap ilmu yang dipelajari, tetapi mereka juga dituntut untuk bisa mengamalkan ilmu yang telah didapatkan dalam kehidupan bermasyarakat.
Dalam proses mencari ilmu, semua santri harus mematuhi aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh pondok pesantren, dan tidak bisa melakukan hal-hal yang bertentangan dengan aturan pondok. Berbagai kesenangan-kesenangan semu bisa mereka dapatkan dengan bebas di luar sana, tetapi ketika memasuki pesantren, santri harus menjauhi kesenangan semu yang dapat melalaikan kehidupan. Sebagian orang menganggap bahwa pesantren adalah penjara suci, karena para santri dikurung, dibina, dan ditempa supaya menghasilkan manusia yang berguna bagi agama, nusa, dan bangsa.
Untuk mendapatkan sebuah ilmu, terdapat berbagai jalan yang dapat ditempuh. Jalan pertama yaitu ditempuh dengan usaha keras. Dalam hal ini, para santri diharuskan berusaha keras untuk mendapatkan ilmu. Mereka harus memiliki banyak waktu yang digunakan untuk belajar, menelaah, serta mengulang-ulang kitab-kitab yang telah dipelajari agar tidak lupa. Menguasai dan memahami ilmu agama dengan cara ini bukanlah hal yang mudah, karena membutuhkan kesungguhan yang kuat, kesabaran yang tinggi, serta konsisten dalam belajar. Karena dalam mencari ilmu agama di pesantren tidak cukup setahun sampai dua tahun saja, bahkan banyak yang sudah puluhan tahun mereka belum maksimal dalam memahami ilmu agama.
Jalan yang kedua dapat melalui penghetahuan yang berasal langsung dari Tuhan tanpa harus belajar serta menelaah sebuah ilmu. Ini bisa disebut dengan ilmu laduni. Dalam hal ini, banyak keyakinan bahwa kiai-kiai zaman dahulu mendapatkan ilmu dengan cara laduni, yaitu diberi langsung oleh Allah.
Salah satu cerita, ada seorang santri ketika selama di pesantren pekerjaannya hanya menyuci pakaian kiainya. Santri ini tidak pernah ikut pengajian, diskusi, atau kegiatan belajar lainnya. Kemudian, ketika ada sebuah ujian, kiai tersebut menanyai santri-santrinya tentang ilmu yang telah diajarkan kepada mereka.
Namun, mereka tidak bisa menjawab pertanyaan yang dilontarkan kiai itu. Hanya ada satu santri yang dapat menjawab pertanyaan tersebut, yaitu santri yang pekerjaannya hanya menyuci pakaian kotor milik kiai. Sehingga, ini semua orang kaget, karena semua santri yang setiap hari mengaji tidak bisa menjawab pertanyaan, tetapi santri yang pekerjaannya menyuci baju milik kiai dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Inilah yang menjadi salah satu penyebab munculnya anggapan bahwa seorang santri tersebut mendapat ilmu laduni, yaitu ilmu pemberian langsung dari Allah. Benarkah anggapan ini?
Sebenarnya ilmu laduni itu ada dan nyata, karena banyak ulama salaf yang mendapatkan ilmu tersebut. Hal ini juga dijelaskan dalam kitab Al-Fiyah karya Ibnu Malik.
وَفِــي لَدُنِّــي لَدُنِــي قَـــلَّ وَفِـــي ¤ قَدْنِي وَقَطْنِي الْحَذْفُ أَيْضَاً قَدْ يَفِي
“Jangan berharap mendapatkan ilmu tanpa usaha belajar (laduni), sebab hal itu hanya dapat diraih oleh orang yang khos (spesifik).”
Dalam bait ini dijelaskan bahwa ilmu laduni itu ada, tetapi hanya didapati oleh orang yang khusus saja. Akan tetapi, sebagian orang berpandangan bahwa ilmu ini ada kaitannya dengan kekuatan gaib, karomah, maupun kesaktian seseorang. Sehingga, orang yang mendapatkan ilmu laduni dianggap dapat mengetahui berita-berita gaib dan dapat meramal kejadian yang akan terjadi, sebagaimana dalam kisah Nabi Khidir.
Ilmu laduni sudah dikontruksikan sedemikian rupa, berkaitan dengan karomah dan kekuatan adikrodati. Sehingga, jika mendapati seseorang yang mendapatkan ilmu ini, maka orang tersebut akan dipuja-puja layaknya orang sakti yang memiliki kekuatan, seperti para wali. Dengan begitu, mereka sangat terpesona dan kagum melihat kehebatan orang tersebut. Ini menyebabkan mereka lupa bahwa hakikat ilmu laduni yang sebenarnya bukanlah seperti itu; kehebatan yang mereka sangka akhirnya menjadi tujuan utama para pemuja ilmu.
Ironisnya, ketika mereka tergila-gila dengan ilmu tersebut, maka tidak sedikit orang yang mengklaim bahwa dirinya telah mendapatkan ilmu laduni. Bagaikan semut bersatu dengan gula, pemilik ilmu tersebut kemudian dikerumuni dan dipuja-puja bagaikan raja. Sehingga muncullah para dukun yang berkolaborasi dengan jin dan mengaku mendapatkan ilmu laduni, agar semakin banyak orang yang datang kepadanya karena dianggap orang sakti.
Dengan fenomena seperti ini, orang sering menyalahgunakan pemahaman atas ilmu ini. Salah satu fenomena tentang hal ini yang terjadi adalah seorang kiai salah satu pendiri pondok pesantren di salah satu kota Jawa Timur. Kiai tersebut mengaku bahwa dirinya memiliki ilmu laduni. Ia mengaku bisa mengajarkan santrinya untuk menguasai berbagai bahasa tanpa menggunakan alat bantu, tetapi cukup dengan menjalani ritual, seperti mandi dan membaca doa. Namun, orang yang ingin belajar dengan kiai ini dipungut biaya tiga ratus ribu sampai satu juta rupiah, tergantung level yang ingin dipelajari. Kiai tersebut mengaku mendapatkan ilmu laduni dari Nabi Khidir dengan ritual tirakat.
Dari hal itu Rasulallah SAW mengingatkan agar kita berhati-hati terhadap orang yang mengaku memiliki ilmu laduni, supaya tidak terbawa dalam kesesatan.
Jika menganggap ilmu laduni itu nyata, maka seharusnya pesantren memiliki inovasi yang canggih dengan majunya sains dan teknologi dikalangan pesantren. Namun, pesantren relatif hanya sibuk mengutip pandangan ulama masa lalu yang sebagian sudah tidak relevan dengan keadaan zaman sekarang. Seiring dengan berkembangnya zaman, ilmu laduni sudah jarang ditemukan. Karena saat ini bukanlah zaman tentang ilmu-ilmu yang seperti itu. Ilmu yang seperti ini seharusnya sudah selesai sejak 15 abad yang lalu.
Zaman sekarang adalah zaman modern yang mengedepankan sains dan teknologi, sehingga jika seorang menginginkan sebuah ilmu harus melakukan berbagai ikhtiar kreatif terlebih dahulu seperti belajar, mengkaji, menelaah, dan lain-lain. Bukannya duduk diam dan mengharapkan keajaiban dan memperoleh ilmu laduni dari Allah SWT. Jika zaman sekarang para santri masih berpikiran seperti itu, maka kapan agama Islam dapat maju? Seharusnya generasi santri zaman milenial ini perlu menyadari bahwa dengan adanya ilmu laduni membuat mereka semakin giat dan belajar keras agar memperoleh keberhasilan. Harus mengedepankan sains dan teknologi agar umat Islam dapat berkembang dan maju dalam membangun peradaban.
Sebagai seorang santri yang memiliki tujuan maju, janganlah hanya berpikirkan menginginkan ilmu laduni. Akan tetapi, harus belajar bersugguh-sungguh agar bisa menciptakan inovasi yang dapat membawa kejayaan umat Islam. Apalagi jika seorang santri dapat menguasai sains dan teknologi ditambah dengan ilmu agama yang tinggi, agama Islam tidak akan tertinggal oleh agama-agama lain. Marilah kita sebagai seorang santri harus bisa memajukan agama Islam, sehingga agama Islam dapat menguasai dunia.