Islam dan Kesehatan Mental (1): Pengertian dan Hubungannya

78 views

Belum lama ini, tepatnya pada 2 Desember 2021, batin kita diguncang hebat oleh berita bunuh diri seorang mahasiswi asal Malang, Novia Widya Sari dengan cara menenggak racun sianida di atas pusara ayahnya. Selama dua hari saya membaca berita-berita yang beredar luas di media sosial, mencoba mengurai kronologi dan duduk perkaranya. Saya menemukan penyebab bunuh dirinya adalah depresi berat karena kehamilannya tak diinginkan terutama oleh pria yang menghamilinya. Bahkan si pria tak mau bertanggung jawab.

Saya membaca beberapa tulisannya di Quora terpampang kepercayaan dirinya kepada hal-hal baik sebagaimana ditulisnya: “Allah memberiku jalan dengan mengizinkan saya masuk UB“. Ia mempunyai keinginan masuk di jurusan yang berhubungan dengan profesi keguruan. Ia tercatat sebagai mahasiswi Unibersitas Brawijaya jurusan Pendidikan Bahasa Inggris.

Advertisements

Ia punya cita-cita menjadi guru. Dia melihat temannya dimaki dan dikeluarkan dari ruangan kelas lantaran belum mampu membayar UKT. Dia tidak sepakat atas konsep pendidikan semacam itu. Ia berpikir pendidikan harusnya lebih humanis.

Dia mewujudkan konsep yang ada di pikirannya. Selama menjadi mahasiswi ia nyambi menjadi guru les. Dia tidak mematok harga, bahkan ia akan memberikan jam tambahan bagi anak lesnya yang belum berhasil mengerjakan tugasnya di sekolah tanpa dibayar. Dia mengajak makan es krim anak didiknya saat istirahat. Dia ingin membuat nyaman anak didiknya saat belajar. Semuanya ini ia tuliskan pada statusnya di aplikasi Quora.

Melihat kasus tersebut di mana almarhumah Novia seorang muslimah, silakan membuat satu tulisan tersendiri bila ingin membantah apakah orang yang bunuh diri masih dianggap muslim; saya sedang tidak membahas statusnya setelah meninggal, melainkan sebelumnya. Ada sesuatu yang mengganjal dalam pikiran, kemudian timbul pertanyaan, apakah Islam tidak ada hubungannya dengan kesehatan mental? Apakah Islam tidak punya pengaruh sama sekali terhadap kesehatan mental seseorang? Saya mencoba mencari jawabannya.

Islam dalam konteks ini mengandung arti harfiah sebagaimana Jibril mengajarkannya; Ma huwa al-Islam?” Nabi menjawab, “an Tasyhada an laa ilaaha illa Allaah, wa an Tasyhada Muhammadar Rasuulullaah.” Engkau menyaksikan bahwa Tiada Tuhan selain Allah dan Engkau menyaksikan bahwa Muhammad utusan Allah. Islam dalam konteks ini bukan agama institusional atau formal.

Halaman: 1 2 Show All

Tinggalkan Balasan