Ada “musuh baru” dalam dunia literasi kita selain plagiarisme: mengasong atau menjajakan tulisan. Mungkin tak separah plagiarisme, tapi mengasong tulisan juga akan merusak ekosistem literasi kita.
Minggu (10/11/2024) lalu duniasantri.co diserang plagiarisme oleh artikel berjudul “Relevansi Tafsir Klasik dalam Konteks Kontemporer” yang berdasarkan aplikasi pelacakan berbasis Artificial Intelligence (AI) identik dengan plagiarisme. Dua akun terkait artikel tersebut sudah dibekukan (deactive) dan seluruh tulisannya yang pernah dirilis di www.duniasantri.co sudah di-take down. Kali ini, kami menemukan “pengasong tulisan”.
Rabu (13/11/2024) hari ini, sedianya kami akan melakukan editing lalu merilis tulisan berjudul “Pengaruh Channel Youtibe Mata Pena dalam Meningkatkan Kesadaran Moral dan Etika Masyarakat Madura”. Naskah tersebut disubmit oleh akun atas nama Muhammad Dzunnurain pada tanggal 26 Oktober 2024 pukul 09.50 WIB.
Sebelum melakukan proses penyuntingan, kami melakukan pengecekan dan pelacakan untuk mencoba mengintip apakah tulisan serupa pernah dimuat di media lain. Alamak, hanya sekali klik kami menemukannya.
Tulisan yang sama persis ternyata sudah dimuat di laman klaten.times.do.id pada rubrik Kopi TIMES. Artikel tersebut terbit di bawah judul “Edukasi Youtube Mata Pena dalam Membangun Kesadaran Tengka di Era Digital”. Sama, penulis artikel tersebut atas nama Muhammad Dzunnurain, dengan status Mahasiswa Universitas Islam Malang (Unisma).
Semula kami berpikir, mungkin saja artikel tersebut dikirim ke lebih dari satu media dalam waktu bersamaan atau berdekatan seperti kasus yang pernah terjadi sebelumnya. Sehingga, sebelum www.duniasantri.co sempat merilisnya, media lain sudah lebih dulu memuatnya. Tapi yang terjadi tak demikian. Ternyata, klaten.times.do.id merilisnya pada Kamis, 27 Juli 2023 pukul 08.40. Artinya, lebih dari setahun kemudian, artikel tersebut baru disubmit ke www.duniasantri.co oleh penulis yang sama.
Apakah artikel tersebut sebegitu maha penting sehingga penulisnya merasa perlu karyanya dimuat oleh media lain? Apakah penulisnya sebegitu miskin ide dan kreativitas sehingga dalam setahun hanya bisa menulis satu artikel itu? Adakah motif lain?
Entahlah, mungkin penulisnya lebih tahu. Yang jelas, hal tersebut bagi kami merupakan fenomena “pengasongan tulisan” yang tak bisa diterima. Ini merupakan gejala yang tidak sehat dan bisa merusak ekosistem literasi kita. Karena itu, seperti pada kasus serupa yang terjadi dua tahun lalu, kami juga akan membekukan (deactive) akun penulisnya dan men-take down tulisan-tulisan yang pernah disubmit akun tersebut yang pernah dirilis di www.duniasantri.co. Apa boleh buat, dunia literasi harus tetap sehat.
Atas dua peristiwa yang terjadi dalam waktu berdekatan ini, yaitu plagiarisme dan pengasongan tulisan, ada satu pesan moral yang ingin kami sampaikan: jika Anda ingin menjadi penulis namun masih kepikiran untuk menjiplak karya orang lain atau menjadi pengasong tulisan, maka batalkan saja keinginan itu. Anda tak layak menjadi penulis!