Kebenaran yang Bercerita

122 views

Siang itu, melalui pengeras suara masjid Baitul Mukminin, menggema pengumuman bahwa Kiai Salam telah meninggal dunia dikarenakan sakit. Dari teras rumah, kulihat rumahnya sepi. Hanya istri dan kedua anaknya di sana. Keluarganya yang menetap di desa Kenduri juga tidak datang. Aku pun enggan untuk melayat meski rumahku bersebelahan dengan rumahnya.

Bangunan pondok pesantren yang menjulang megah tiga lantai di belakang rumahnya itu juga lengang dan sepi. Tepat seminggu lalu, semua santri yang menetap di bangunan itu pindah ke pesantren milik Kiai Marjo, seorang kiai muda kaya raya yang baru setahun menetap di Desa Kenduri. Kabarnya, dia seorang pejabat dan pengusaha sukses dari Jakarta yang ingin berdakwah menyebarkan Islam di Desa Kenduri. Menurut Ahmad, Marjo adalah alumni salah satu pesantren besar di Kediri.

Advertisements

Kiai Salam adalah pengasuh Pondok Pesantren Mambaul Hikam dan mantan kepala desa Kenduri yang baru lengser tahun lalu. Masyarakat mengenalnya sebagai orang yang sangat dihormati dan disegani oleh masyarakat. Namun, semenjak beredar kabar tentang pondok pesantrennya yang dibangun dengan dana korupsi, ia dijauhi. Sejak itu pula, aku enggan memanggilnya ‘kiai’.

Dulu, aku sangat mengaguminya ketika pondok pesantrennya tengah berkembang. Namun setelah mendengar cerita Kang Ahmad sebelum kematiannya tentang kasus yang telah dilakukannya, terlebih dugaan korupsi dana desa untuk membangun pesantren, aku miris dan bergidik. Cerita yang kudengar dari Kang Ahmad agaknya bisa kupercaya, karena dia adalah salah seorang santri yang tinggal di Pesantren Salam.

Sebab itu, kabar tentang kematian Salam tidak sama sekali disambut oleh masyarakat Desa Kenduri dengan duka, tetapi dianggap macam angin lewat yang dibiarkan begitu saja. Melihat sepinya rumah Salam dari pelayat, aku masuk ke dalam rumah. Kudapati Ayah dan Ibu masih fokus dengan tayangan televisi.

Kutanya ayah, “Ayah tahu tentang Kiai Salam?”

“Kiai kok mantan pejabat, jelas banyak korupnya. Beda jalur, Mat. Ibarat kiai itu jalurnya lurus, dia bengkok. Ha-ha-ha…” Ayah tertawa.

Halaman: First 1 2 3 ... Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan