SUDAH JADI APA KATA-KATA HARI INI?
“Sudah jadi apa kata-kata hari ini?”
Dilemparnya ke langit, dibendung awan kelabu
Padahal mulut kita cuman satu
Namun kata-kata terus berpacu dengan waktu
Kata-kata yang mulai kehilangan arah
Melesat, melayang jauh di udara
Menembus batas cakrawala.
Kemudian ia mulai merayu,
Membisik telinga Tuhan
Mencari-cari di mana tempat penampung kata
Dari tubuh luka
Yang terkubur di sana
Cirebon, 2022.
MENJADI MANUSIA
Di tubuh malam aku bersandar
Mengemas hujan sisa sesak napas pagi
Menyembunyikan topeng wajah dari semesta yang sudah setengah retak
Di saat jarum jaram tak lagi bisa diajak bicara, dan kata-kata yang telah purna dari kepala.
Sedang lembar-lembar usia yang kian hari berguguran
Masih menjadi pertanyaan mulut-mulut masa
yang belum menjadi sedemikian manusia
“Sampai mana batas kita menjelajah peta?”
Hari demi hari berlalu, roda waktu terus berputar
Hidup bagaikan pertandingan atletik
Dari tuntutan masa
yang terus membicarakan kesempurnaan.
Sedang garis nasib terus diundi
Bongkahan-bongkahan skenario Tuhan dan buatan tangan
“Yang entah akan menjadi apa dan bagaimana?”
Tak ada lagi pilihan
Yang lemah akan tertinggal,
Yang kuat masih bertarung di jalan.
Perjuangan adalah cara
Serta doa sebagai penggeraknya
Selain harus menapaki usia di jalan fana
Demi mencari rida-Nya
Cirebon, 2022.
KEMBALI AKU MENJADI PENARI
1/
Pagi itu selepas subuh, baru saja aku merapihkan baju dari basah hujan semalam. Daksaku kedinginan, tiba-tiba saja mendengar suara sirine bergentayangan pada tiap-tiap atap rumah. Semilir angin yang berhembus seolah tak biasa menyambut irama pagi. “Akankah hujan turun lagi?”. Bahkan jendela ikut bergetar, atmaku gemetar belum sempat membaca pesan dari Tuhan, malah asyik memperbaiki jam tangan.
2/
Jarum jam beranjak pukul tujuh, tiba waktunya menjelajah musim. Sedang atmaku semakin gelisah membayangkan suara sirine akan tiba darimana dan untuk siapa? Sejenak kuajak berjalan merefleksikan pikiran sembari menikmati udara pagi, lantas sekejap terlupa pada apa yang telah menjadi kata-kata, tanda-tanda di kepala begitu saja, diembus angin entah ke mana perginya. Lagi-lagi untuk kesekian kalinya aku kembali menjadi penari dalam dawai irama fana yang sudah kehilangan arah.
Cirebon, 2022.
ilustrasi: lukisan khusro subzwari.