Mungkin Anda sudah bisa membayangkan seandainya Indonesia tanpa NU. Kalau saya belum. Sungguh, saya tak bisa membayangkan akan seperti apa wajah Indonesia, lebih khusus wajah Islam Indonesia, tanpa kehadiran Nahdlatul Ulama. Mungkin wajah Indonesia tak seperti apa yang kita lihat kini. Mungkin wajah Islam Indonesia tak seperti apa yang kita lihat kini. Lalu akan seperti apa?
Saya akan berangkat dari contoh kecil yang mewarnai dinamika Muktamar ke-34 NU yang akan dilaksanakan di Lampung 23-25 Desember 2021 nanti. Di tengah warga nadliyin sedang sibuk mempersiapkan muktamar itu, ada seseorang dari luar NU yang begitu “perhatian” terhadap jamiyah ini. Hampir saban hari, melalui akun media sosialnya dan yang kemudian pernyataannya dikutip banyak media online, ia menuliskan “pandangan”-nya tentang NU dan tokoh-tokohnya, terutama KH Hasyim Asy’ari dan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Ia, yang dari akun media sosialnya kita kenal dengan nama Faizal Assegaf, kritikus sosial-politik, menyebut NU tak ubahnya sebagai organisasi kemasyarakatan (ormas) lainnya. Keberadaan NU disebutnya sebagai ikhtiar (baca: kepentingan?) politik belaka, dan bukan merupakan produk Islam. Klaim bahwa NU merupakan representasi Islam Ahlussunnah Wal Jamaah disebutnya sebagai pembodohan, penyesatan, dan penipuan. Fanatisme (baca: penghormatan) terhadap tokoh-tokoh NU dianggapnya sebagai perbudakan. Dengan tandas pula Faizal Assegaf menyebut bahwa Islam tak butuh NU.
Berikut saya kutipkan salah satu pernyataannya: “Kalian dedengkot dan loyalis NU berhenti gombalin umat dengan mengkultuskan Hasyim Asy’ari dan seenaknya mengklaim NU sebagai Ormas terbesar dengan dalih Aswaja,” ucap Faizal, Jumat (22/10/2021), seperti dikutip dari berbagai media online.
Yang saya belum bisa berhenti takjub adalah ini: meskipun pernyataan-pernyataan Faizal Assegaf tersebut telah dikutip atau dimuat di berbagai media online, nyaris tak ada tokoh-tokoh NU yang terpancing untuk merespons atau memberi komentar. Warga nahdliyin dan tokoh-tokoh NU terlihat tetap adem ayem.
Entah apa motif Faizal Assegaf tiba-tiba begitu “perhatian” terhadap NU rasanya memang tak penting-penting amat. Tapi mungkin benar apa yang dikatakannya, bahwa Islam tak butuh NU, seperti ketika Gus Dur mengatakan bahwa “Tuhan tak perlu dibela ”—karena Ia memang Mahakuasa. Mungkin benar, memang Islam tak butuh NU, tapi Indonesia?