KERRONG UNTUK EMAK
kangen melengking bertubi-tubi
pada wanita yang sejak dulu menjamah sekujur hati
sama-sama menggelar kisah di tempat berbeda
dari tawa sampai berpinggan-pinggan luka
kau masih puisi yang ingin kuselesaikan
lalu direkahkan menjelma pujian
tentang wajah yang tak pernah larut dalam letih
sampai raga yang masih asing dari rintih
mak, Tuhan adalah tempat doaku berkabung
sedang dirimu adalah rindu yang berpalung
begitu terjal sampai ke dasar dada
hingga tak ada kata yang bisa menyentuhnya
berulang-ulang tangis menjadi sungai musim
secara bergantian basah dan mengering
namun wajah dan suaramu tetap menguning
mengundang temu yang sejak lama kuingin
Pamekasan, 12, 12, 21.
SECAWAN MAAF
segala lekuk dan garis kupandang dalam sendu
berbagai warna tertata, begitu rapi mengitari wajahmu
maksudku bukan warna merah, hijau, ataupun biru
namun kisah-kisah yang sudah digelar oleh waktu
maaf, jika tangis bayi mungilmu dulu
kini menciptakan sakit dalam hatimu
aku adalah tawanan, dari salah yang kaumaafkan
aku pecundang, dari angkuh yang kauredam
bahkan, hujan dari beribu tahun
tak pernah benar-benar membasuh luka yang kucipta
kau membasuh sendiri perihmu dari tulus
dari ikhlas yang tak pernah pupus
Pamekasan, 12, 12, 21.
BERTAHAJUD DI MATAMU
tiap malam, hening memeluk doa
menuju rasa yang dibekam airmata
sementara matamu yang purnama
menjadi sajadah paling sempurna
doaku lahir dari gigil kesunyian
mendekap harap yang kurapal tenang
sejak iftitah sampai salam kedua
binar matamu merekah mantra-mantra
malam sembab dihujani sesal
istighfar mengalun wangi.
ilustrasi: karya hareanto.