Kiai Kampung dan Perkembangan Islam di Indonesia

67 views

Diakui atau tidak, selama ini sejarah seringkali bersikap tidak adil dan objektif dalam merekam jejak perjuangan seseorang. Ia hanya fokus terhadap perjuangan orang-orang kota. Sejarah seakan-akan enggan untuk menyorot perjuangan tokoh-tokoh pinggiran yang bertempat tinggal di daerah-daerah pelosok pedesaan (pedalaman). Bahkan, dalam buku-buku sejarah kiprah para kiai yang berjuang di pulau-pulau terpencil dan terbelakang nyaris tak pernah dicatat. Kalaupun ada hanyalah tokoh-tokoh tertentu yang orang kebanyakan mengenalnya (namanya masyhur).

Padahal, jika kita menilik kembali secara objektif sejarah berkembangnya ajaran Islam Ahlussunnah Waljamaah di Indonesia, tak bisa dilepaskan dari peran aktif para kiai pinggiran tersebut, yang kemudian akrab dikenal dengan sebutan “kiai kampung”. Mereka secara konsisten berjuang di level paling bawah. Bahkan, menjadi ujung tombok pertahanan Islam. Kesiapsiagaannya selama 24 jam untuk membantu masyarakat yang membutuhkan tenaganya – baik menyangkut pendidikan (Islam) maupun masalah-masalah kehidupan sosial yang dihadapi masyarakat – adalah wujud nyata perjuangan mereka.

Advertisements

Tak heran jika dalem (rumah)-nya selalu ramai dengan para tamu yang datang, tentu dengan beragam hajat dan keperluan. Saban waktu nyaris tak pernah sepi dari tamu. Dan tamu yang datang pun berasal dari semua kalangan. Mulai dari para pemimpin di semua tingkat hingga lapisan terbawah masyarakat. Ada yang bersepatu, bersandal dan banyak juga tanpa alas kaki. Dari pengusaha, dokter, ustaz, politisi hingga buruh tani dan TKI di luar negeri mendatangi rumah kiai.

Lihat, misalnya, di pulau-pulau terpencil di Kabupaten Sumenep, Madura, tepatnya di Kangean. Ada banyak kiai-kiai kampung yang sangat gigih untuk menyebarkan ajaran Islam rahmatan lil alamin. Sementara dalam mendakwahkan Islam, para kiai itu memiliki cara atau strategi tersendiri. Ada yang – meminjam istilah Kiai Moqsith Ghazali menjadi kiper (hanya fokus mendidik santri), dan ada pula yang menjadi penyerang (bergerak ke luar untuk mengedukasi masyarakat dengan tampil sebagai da’i atau mubalig).

Adalah sosok KH Syarfuddin Abdus Shomad (1925-2022), pendiri PP Zainul Huda Duko Lao’ Arjasa, Kangean, Sumenep, yang memainkan peran sebagai kiper, misalnya. Hari-harinya dipenuhi dengan aktivitas untuk mendidik santri, dari habis salat subuh hingga larut malam. Kitab-kitab yang dibacakan untuk santri juga beragam, dari nahu-saraf, fikih, hingga tasawuf. Di antaranya; Jurumiyah, Mutammimah, Ibnu Aqil, Fathul Qorib, Bidayatul Hidayah, Kifayatul Atqiya’, Safina-Sulam, dan lain-lain.

Halaman: First 1 2 3 ... Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan