Kiai Kholil dan Pencuri Timun

220 views

Alkisah, pada suatu waktu para petani sowan kepada Syaikhona Kiai Kholil Bangkalan. Musababnya, berulang kali para petani timun ini kehilangan timun mereka yang siap dipanen. Saban mau memanen timun, mereka kecewa lantaran sudah digasak lebih dulu oleh para pencuri, entah siapa mereka.

Saat sampai di kediaman Kiai Kholil, mereka mendapati Syaikhona Kholil sedang mengajar kitab Jurumiyah pada santri-santrinya. Seusai menjawab salam mereka, Syaikhona Kholil bertanya apa keperluan mereka. Mereka pun menceritakan apa yang mereka alami dan meminta penangkalnya agar tak ada lagi pencuri timun.

Advertisements

Karena kitab yang dibacanya sampai pada frasa “qoma zaidun” yang berarti Zaid telah berdiri, Syaikhona Kholil pun mengijazahi mereka untuk membaca frasa tersebut. Mula-mula mereka agak ragu, lalu menanyakan: “Sudah, itu saja, Pak Kiai?”

Kemudian dengan nada mantap, Syaikhona Kholil mengiyakan. Mereka pun pulang ke rumah masing-masing sambil membawa keyakinan akan kemujaraban frasa (doa) tersebut.

Pada pagi harinya—sebagaimana biasa—mereka pergi ke ladang masing-masing. Kemudian, atas apa yang mereka saksikan, mereka tercengang: beberapa pencuri tampak berdiri terus-menerus seperti patung —tanpa pernah bisa duduk di kebun-kebun itu. Tak berapa lama kemudian, warga pun berdatangan terdorong rasa penasaran ;siapa sebetulnya orang-orang yang telah mencuri timun mereka.

Semua usaha telah mereka coba, namun ajaib, para pencuri itu tetap tak bisa duduk atau bergerak. Hanya bisa berdiri mematung. Kemudian, setelah mereka berembuk, mereka pun mengutus beberapa orang untuk kembali sowan ke Syaikhona Kholil.

Sekembalinya, mereka memercikan air pemberian Syaikhona Kholil. Itu mereka lakukan setelah para pencuri itu menyesali perbuatan mereka dan berjanji tidak akan mengulanginya. Kemudian, para pencuri itu pun dapat menggerakan tubuh mereka sebagaimana biasa.

Setelah kejadian itu, kebun timun mereka aman dari pencurian. Dan, sebagai ungkapan terima kasih mereka memberikan sebagian hasil panen kepada Syaikhona Kholil. Berhari-hari kemudian, para santri “kebanjiran” timun yang hampir-hampir memenuhi pojok-pojok pesantren itu.

Halaman: 1 2 Show All

Tinggalkan Balasan