KH Ma’mun Syafii menjadi sosok kiai yang tak pernah berhenti mengajak berbuat baik dan memberi manfaat kepada orang-orang sekitar. Membangun jalan desa adalah pembuka jalan baginya untuk mengembangkan pendidikan masyarakat. Banyak warisan kebaikan yang ditinggalkannya.
Lahir di Desa Kunciran (sekarang Kunciran Jaya) Kota Tangerang, Banten, pada 31 Desember 1954, Kiai Ma’mun Syafii berasal dari keluarga yang amat sederhana. Sejak kecil hingga dewasa, ia mendapatkan pendidikan agama yang terbaik.
Setelah lulus dari Madrasah Ibtidaiyah dalam usia sekitar 12 tahun, Ma’mun muda menimba ilmu di Pondok Pesantren Salafiyyah (Bale Rombeng) di daerah Pandeglang selama enam tahun. Tak hanya menimba ilmu, selama mondok ia juga belajar arti dari hidup sederhana dengan berbagai kesulitan yang dihadapi dan membangun kemandirian diri.
Setelah enam tahun Bale Rombeng, Kiai Ma’mun Syafii menimba ilmu di Pondok Pesantren Modern Daarul Rahman Jakarta yang diasuh KH Syukron Ma’mun. Setelah enam tahun berguru kepada KH Syukron Ma’mun, ia menempuh pendidikan perguruan tinggi di UNIS (Universitas Syekh Yusuf) di Kota Tangerang.
Harta dan Warisannya
Setelah memiliki bekal ilmu yang cukup dan restu dari para gurunya, Kiai Ma’mun Syafii mulai terjun mengabdikan diri ke tengah masyarakat. Ia kembali ke desa kelahirannya, Kunciran, Pinang, untuk mengamalkan kemampuan dan ilmunya sebagai seorang santri.
Debutnya sebagai pengajar ngaji, pendakwah, dan menjadi pengajar di beberapa madrasah. Sejak itu, Kiai Ma’mun Syafii mulai memperoleh tempat khusus di hati masyarakat. Hal itu semakin memantapkan hatinya untuk mengamalkan ilmunya dan berdakwah, sebagaimana yang sering diungkapkan kepada para satrinya, “Al-ilmu bilaa ‘amalin kasy syajarin bilaa tsamarin.”
Rupanya, tak hanya dengan mengajar dan berdakwah jalan yang ditempuh Kiai Ma’mun Syafii untuk memajukan masyarakatnya. Ia juga banyak menginisiasi pembangunan infrastruktur desa, seperti membangun jalan penghubung antara Desa Kunciran dengan Desa Cipondoh yang ketika itu masih dipisahkan Danau Cipondoh.
Jalan penghubung itu dibangun bersama bersama sahabatnya, H Jali. Dengan selesainya pembangunan jalan, satu demi satu kesulitan masyarakat teratasi. Banyak masyarakat yang kemudian memanfaatkan jalan itu. Kini dikenal dengan nama Jalan Eratan (Jl H Jali).
Setelah itu, Kiai Ma’mun Syafii mulai membangun lembaga pendidikan sendiri. Tujuannya agar anak-anak desa tersebut tidak perlu jauh-jauh untuk belajar. Untuk itu, Kiai Ma’mun Syafii merintis pembangunan madrasah dan pondok pesantren di kampung halamannya, yang kemudian diberi nama Pondok Pesantren Daarul Muqorrobin.
Bagi Kiai Ma’mun Syafii, seperti yang diajarkan kepada santrinya, ilmu merupakan harta yang paling berharga. Semakin banyak diamalkan akan semakin banyak pula ilmu yang tersebar. Namun, bagi para santrinya, Kiai Ma’mun Syafii tak hanya mengajarkan ilmu, melainkan juga menularkan semangat juang dan keistikamahan dalam berdakwah dan mengamalkan ilmu.
Karena itulah, Kiai Ma’mun Syafii menjadi sosok panutan bagi santrinya dengan pembawaannya yang lemah lembut jiwanya. Kiai Ma’mun Syafii dikenang merupakan sosok yang penyayang dan penebar senyum kepada orang sekitarnya.
Semasa hidup, Kiai Ma’mun Syafii manfaatkan waktunya dengan menebar kebaikan dan manfaat kepada orang-orang di sekitarnya, dan tidak meninggalkan hal yang sia-sia. Kiai Ma’mun Syafii yang wafat pada Juli 2021 itu selalu berpesan kepada santri “Agar senantiasa berbuat baik untuk diri sendiri, orang sekitar dan orang banyak, sehingga diri bisa menjadi bermanfaat bagi banyak orang.”
Kiai Ma’mun Syafii mewariskan ilmu dan semangat juangnya kepada santri-santrinya sebagai modal untuk santri-santrinya meneruskan jejak kebaikannya. Semoga Allah Swt mengampuninya dan diterima segala amal ibadah, manfaat, dan kebaikannya di sisi Allah. Aamiin Allahumma Aamiin.