KIDUNG PANDANG
Sewaktu kanak-kanak, hati luruh gempita
Ingin sekali perahu berlayar, oleh desir angin
di tepi kali; alirnya tenang, nyaman pun gerak gemulai
Dan perahumu berdayuh menuju tempat persinggahan
“mereka memandang berahi, indahnya tiada henti, daksaku sunyi” kata lelaki tua.
Hilir ke hilir melangkah, suara burung kenari berkicau
tak lupa indah gepak sayapnya, beruntun warna-warni
Menandakan pagi para petani bergegas panin sawah
Sembari Tuhan ciptakan segala arah tanpa arwah.
Betapa baiknya,
samudera bumi senyap dari serak-serak, semak belukar tumpukan sampah dan potongan biji
Pedulilah pada lingkungan ini, peduli pula dengan cipta sang ilahi.
Sumenep, 2022.
SWARA PERTEMUAN
Perempuan tumpah air matanya
semalam suntuk, tak ada bunga
Oh ya, roda berputar; manik matanya menangis hari ini basah rindang,
ke tanah-tanah cahaya, ke kutub-kutub mentari,
jatuh bak serbuk-serbuk hujan, di pelataran.
Sebagai lelaki adalah tuan
Di setiap jejaknya; pelabuhan dan hutan-hutan lebat, melambai diatasnya
Di mana dan kapan pun
:dipelupuknya sepasang daun bunga lembut dan fana
Pertemuanku dan kamu, adalah seumpama perahu,
habis berlayar, bersama
karang berlian atau ikan-ikan
Sumenep, 2022.
LETIH
Kabut yang melebat kabut yang sunyi
Lekat sepekat dan desir air hujan pada tiang-tiang mercusuar
Hi, matahari akupun bertemu, di sudut hutan-hutan
tak ada lagi, letih pusing berpapasan.
Sumenep, 2022.