Seperti manusia normal pada umunya, seorang santri juga mempunyai perasaan dan berhak untuk jatuh cinta kepada lawan jenis yang mereka suka. Memang, cinta adalah perkara yang sulit dipahami. Bukan hanya mereka yang baru mengalami percintaan, bahkan bagi mereka yang sudah menikah pun, kadang cinta selalu menjadi persoalan.
Namun, bukan masalah perkawinan yang ingin saya bagikan. Tapi perkara kisah percintaan seorang santri, apalagi mereka yang baru menginjak usia remaja. Soal perasaan yang satu ini memang sedikit sulit untuk dikendalikan.
Definisi cinta ini beragam. Ada yang bilang cinta ini soal kepercayaan. Ada yang bilang cinta itu menyakitkan. Ada pula yang mendefinisikan bahwa cinta adalah sesuatu yang menyenangkan. Sebenarnya, semua itu tergantung pengalaman kisah seperti apa yang mereka alami sendiri.
Bicara soal percintaan di lingkungan pondok pesantren memang cukup unik. Kalau diingat-ingat, agak lucu juga. Hanya santri yang bisa mengalami dan bertahan dengan prinsip cinta mereka. Mencintai dari jauh dan terhalang tembok pesantren. Lah, bagaimana maksudnya?
Begini. Biasanya dalam sebuah hubungan, yang menjadi kunci adalah komunikasi. Sebab, komunikasi ini penting. Salah dalam hal berkomunikasi sedikit saja bisa menjadi pertengkaran hebat. Bahkan, bisa menjadi sebab dua orang yang saling mencintai berubah menjadi saling membenci. Begtiulah, saat kita tidak bisa mengontrol perasaan yang satu ini, bisa menjadi bumerang buat diri sendiri.
Nah, soal kisah percintaan seorang santri, mereka biasanya memegang prinsip “saling percaya”. Bagaiamana tidak? Peraturan di pesantren yang tidak memperbolehkan santri membawa alat komunikasi menyebabkan komunikasi tidak bisa berjalan lancar. Paling, hanya saling menatap dari kejauhan sambil tersenyum-senyum. Begitu saja sebetulnya sudah cukup membuat hati bergembira.
Atau kalau rindu sudah tak bisa dibendung, ada beberapa siasat yang dilakukan, misalnya mengirim surat dengan secarik kertas yang dikirim lewat perantara. Biasanya sih isinya soal kerinduan, bisa juga soal kecemburuan, atau yang lain-lain soal perasaan. Ada juga yang mengabadikan surat-surat cinta tersebut dalam sebuah buku binder, supaya kalau lagi teringat, cukup membaca tulisannya saja sudah bisa mengobati rasa rindu.