Kisah Tipu Daya dari Uyunul Hikayat

499 views

Dikisahkan dalam Uyunul Hikayat karya Imam Ibnu Al-Jauzi, ada seorang lelaki menemani nabi Isa pada sebuah perjalanan. Ketika sampai pada tepi sebuah sungai, mereka beristirahat dan makan siang. Dikeluarkannya tiga potong roti, masing-masing memakan satu buah dan menyisakan satu untuk bekal perjalanan selanjutnya.

Usai menyelesaikan makan siang, nabi Isa beranjak ke sungai untuk minum. Namun sekembalinya ia dari sungai, didapatinya roti yang disisakan tadi menghilang. Bertanyalah nabi Isa kepada lelaki tersebut, “Siapa yang mengambil rotinya?”

Advertisements

Lelaki itu menjawab, “Saya tidak tahu.”

Mereka melanjutkan perjalanan sampai bertemu seekor kijang betina dan dua anaknya. Nabi Isa memanggil salah satu anak kijang tersebut untuk disembelih dan dipanggang dagingnya untuk menjadi makanan mereka berdua. Selesai makan, sisa-sisa anak kijang yang telah menjadi makanan itu  diperintahkan oleh nabi Isa untuk kembali hidup. “Berdirilah dengan izin Allah,” ucap nabi Isa. Biidznillah… anak kijang tersebut kembali hidup dan berdiri, lalu pergi mengejar induknya.

Bertanya lagi nabi Isa kepada si lelaki, “Saya tanya kepadamu demi Dia yang telah memperlihatkan ayat ini kepadamu, siapakah yang telah mengambil roti tersebut?” Namun lelaki itu tetap tidak mau mengaku.

Lalu mereka melanjutkan perjalanan hingga bertemu tempat berair. Tangan lelaki tersebut digandeng oleh nabi Isa untuk berjalan di atas air tanpa tenggelam. Setelah menyeberangi air, nabi Isa berkata, “Saya bertanya lagi kepadamu, demi Dia yang lelah menunjukkan tanda kekuasaan-Nya ini kepadamu, siapakah yang telah mengambil roti tersebut?”

Lagi-lagi lelaki itu tidak mau mengaku.

Sampailah mereka berdua di sebuah gurun setelah meneruskan perjalanan panjang. Nabi Isa mengambil segenggam pasir seraya berucap, “Jadilah emas atas izin Allah,” dan seketika pasir tersebut berubah menjadi emas yang dibaginya menjadi tiga. Nabi Isa berkata, “Satu bagian untukku, satu bagian untukmu, dan satu bagian lagi untuk orang yang mengambil roti tadi.”

Lelaki itu kemudian mengaku bahwa ia-lah yang telah mengambil roti bekal tadi. Karena itu, nabi Isa memberikan semua emas untuk si lelaki itu lantaran ia telah mengakui perbuatannya, kemudian mereka berpisah untuk meneruskan perjalanan masing-masing.

Di tengah perjalanan, lelaki tersebut diadang oleh dua penyamun yang hendak merampas emas-emas pemberian nabi Isa. Ia memohon untuk tidak dirampas semua emasnya, dan rela berbagi emas menjadi tiga, masing-masing mendapat satu bagian. Penyamun tersebut menyetujuinya. Ia juga meminta salah satu dari mereka untuk membeli makanan ke kota.

Di perjalanan, penyamun yang hendak membeli makan ke kota itu memikirkan cara agar semua emas menjadi miliknya dengan memasukkan racun ke dalam makanan yang ia beli. Sementara itu, dua orang yang menunggu di gurun juga bersiasat untuk membunuh temannya agar emas tersebut hanya dibagi dua.

Ketika temannya kembali, dua orang tersebut membunuhnya dan memakan makanan yang telah diberi racun, sehingga mereka bertiga tergeletak mati semua di samping tumpukan emas di tengah gurun pasir.

Nabi Isa lewat di tempat kejadian tersebut seraya berkata, “Inilah dunia, maka waspadalah terhadapnya.”

***

Dari kisah ini kita belajar, betapa dunia ini penuh dengan tipu daya. Jika bukan ilmu dan agama yang menjadi pegangannya, niscaya manusia telah menjadi budak oleh ketamakannya. Terkadang apa yang terlihat indah sebenarnya adalah ujian bagi manusia itu sendiri. Apakah akan ia gunakan untuk kemanfaatan? Atau justru digunakan untuk kemaksiatan?

Begitu pula dengan hati manusia yang kita tidak pernah tahu apa isinya. Hanya pemilik hati dan Tuhan-lah yang mengetahuinya. Di depan kita mereka baik, namun ketika kita memalingkan pandangan, kita tidak pernah benar-benar tahu apa yang ada di benak mereka. Selalu berhusnudzan kepada Allah agar hati kita merasa tentram dan dijauhkan dari overthinking yang menakutkan.

Dunia tipu daya bukanlah omong kosong belaka. Maka dari itu, kita harus selalu berhati-tati dalam bertindak dan bertutur kata. Sesungguhnya di dunia ini kita adalah sasaran panah-panah kematian dan penderitaan. Satu nikmat yang datang diiringi dengan satu nikmat lain yang hilang. Semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT… aamiin.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan