Seruan untuk tetap menjaga budaya dan etika dalam berdemokrasi berkumandang dalam Haul ke-14 KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur yang dilaksanakan pada Sabtu, 16 Desember 2023 di Ciganjur, Jakarta Selatan. Bahkan, para tokoh yang hadir mengeluarkan “Amanat Ciganjur” untuk menyikapi pelaksanaan Pemilihan Umum 2024.
Haul Gus Dur yang bertema “Meneladani Budaya Etika Demokrasi Gus Dur” ini dihadiri tokoh-tokoh nasional dari berbagai latar belakang. Hadir dalam acara ini istri Gus Dur, Hj Sinta Nuriyah Wahid, didampingi putrinya, Anita Hayatunnufus, Yenny Wahid, dan Inayah Wulandari Wahid.
Tokoh-tokoh nasional yang tampak hadir adalah mantan Menteri Agama KH Lukman Hakim Saifuddin, mantan Menteri Luar Negeri Alwi Shihab, Habib Ja’far Al-hadar, Romo Benny Susetyo, Pendeta Gumar Gultom, seniman Butet Kartaredjasa, Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia Kak Seto Mulyadi, KH Husein Muhammad, filsuf Karlina Rohima Supelli, Ngatawi Al-Zastrow, dan komedian Yati Pesek.
Sejak awal acara, setelah pembacaan tahlil yang dipimpin KH Husein Muhammad berakhir, tema budaya dan etika demokrasi sudah mulai dikumandangkan. Mewakili keluarga dan panitia, misalnya, Inayah Wahid membacakan petikan tulisan Gus Dur berjudul “Sekali Lagi tentang Forum Demokrasi” yang dibuat tahun 1980-an.
“Masyarakat kita dihadapkan seolah-olah hukum sudah tegak, seolah-olah sistem demokrasi berlaku, seolah-olah tindakan konstitusional, seolah ada kebebasan, semuanya lalu menerimanya dengan wajar dan menerimanya seolah-olah normal,” ucap Inaya.
Jika tulisan tersebut ditempel di dinding tanpa menyebut nama penulis dan tahun penulisannya, menurut Inayah, orang akan mengira tulisan tersebut menggambarkan situasi Indonesia hari ini.
“Padahal tema seperti itu ditulis Gus Dur pada era 1980an-1990an. Tapi dihilangkan tahunnya, orang akan mengira untuk hari ini, bahwa saat ini seolah-olah demokrasi. Untuk memahami relevansi gagasan Gus Dur, kita perlu menilai apakah situasi hari ini mencerminkan kritik yang dia sampaikan pada masa lalu,” tambah Inayah.
Hal yang sama dengan penjelasan lebih dalem disampaikan oleh Karlina Supelli. Belajar dari Gus Dur, Karlina Supelli mengingatkan agar kita jangan salah sangka pada politik. Seakan-akan politik itu perbuatan kotor dari elite politik yang berebut kekuasaan. Menurutnya, Gus Dur justru melihat politik itu luhur, karena ada tema perjuangan di dalamnya.
“Politik, kata Gus Dur, adalah kerja panjang yang mulia. Mengapa? Karena melibatkan norma pilihan yang berdampak pada rakyat bersama. Kan, dikatakan politik itu pengambilan keputusan, keputusan berdasarkan apa? Berdasarkan pilihan yang baik dan buruk, antara yang benar dan salah, memilih yang baik dan tidak,” ujarnya.
Lantas apa tolok ukur memilih yang baik? Mengutip pemikiran Gus Dur, kata Supelli, tolok ukurnya adalah kepentingan dan kebutuhan rakyat. “Makanya, kata Gus Dur, pemimpin yang kehilangan arah untuk menentukan tolok ukur kepentingan atau kebutuhan rakyat, bukan lagi pemimpin, tetapi hanya penguasa. Karena tidak lagi memiliki moralitas politik, karena tidak melibatkan kepentingan rakyat, yang betul-betul prioritas utama. Jadi politik itu tidak kotor, perilaku sehari-hari itu yang kotor,” sambungnya.
Di akhir acara dibacakan Amanat Ciganjur yang dibacakan secara bergantian oleh lima tokoh, yaitu Sinta Nuriyah, KH Lukman Hakim Saifuddin, Karlina Supelli, Benny Susetyo, dan Gomar Gultom. Berikut isi lengkap Amanat Ciganjur tersebut:
Bismillahirrahmanirrahim
Bahwa kekuasaan politik pada hakikatnya adalah sarana manifestasi kemaslahatan, dalam wujud kesejahteraan dan tegaknya harkat-martabat umat manusia. Untuk dapat mewujudkan tujuan tersebut, kekuasaan perlu diawasi dan dibatasi agar tidak terjebak dalam otoritarianisme yang justru dapat menghancurkan tujuan baik dari kekuasaan itu sendiri. Demokrasi adalah ikhtiar untuk menjaga agar kekuasaan dapat terkendali dan terkelola dengan baik.
Pemilu menjadi penting sebagai wujud pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam demokrasi. Agar Pemilu dapat benar-benar menjadi sarana mewujudkan kemaslahatan tersebut, maka dengan senantiasa memohon petunjuk dan perlindungan Tuhan yang Maha Kuasa, kami menyampaikan pesan dan amanat kepada penyelenggara, pengawas, peserta dan semua warga bangsa yang memiliki hak pilih dalam Pemilu 2024, sebagai berikut:
Pertama, Pemilu 2024 harus menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan sebagai perwujudan dari nilai Ketuhanan, dijalankan dengan penghormatan penuh terhadap Hak Asasi Manusia, dan menjadi sarana yang adil untuk memperjuangkan harkat dan martabat manusia Indonesia tanpa kecuali.
Kedua, Pemilu 2024 harus diarahkan bagi terbentuknya pemerintahan dan pengelolaan negara yang mengutamakan kesejahteraan rakyat, kemakmuran dan kemaslahatan bersama, tidak mementingkan kelompok tertentu, tidak meninggalkan dan meminggirkan satu pun elemen bangsa.
Ketiga, Pemilu 2024 harus dijalankan secara berkeadaban dengan komitmen penyelenggaraan yang damai, jujur, adil, dan bermartabat. Peserta, penyelenggara, dan pengawas Pemilu, juga semua pihak dan segenap rakyat agar benar-benar mencegah tindak kekerasan dan praktik kecurangan. Aparatur dan alat negara, termasuk aparat keamanan, aparat pertahanan, dan aparat penegak hukum harus terjaga netralitasnya.
Keempat, Pemilu 2024 harus digunakan sebagai pengikat dalam mengatur berbagai perbedaan kepentingan dan keberagaman, menjaga nilai luhur, hak dan kemerdekaan seluruh warga bangsa yang telah dijamin dan diamanatkan oleh konstitusi sebagai warisan para pendiri bangsa. Pemilu 2024 harus menaati konstitusi sebagai pijakan utama.
Kelima, Pemilu 2024 harus dijadikan sebagai konsensus untuk menjadikan Indonesia sebagai bangsa berdaulat dan disegani, memiliki kemandirian dengan segala anugerah sumber daya manusia dan alam yang melimpah, serta memiliki jati diri dan kepribadian yang kuat di tengah peradaban global.
Amanat ini dibuat dengan penuh kesadaran dan pengharapan agar Pemilu 2024 dapat menjadi sarana kemaslahatan bangsa dan bukan sekadar lomba berebut kekuasaan semata yang pada akhirnya hanya akan membawa kehancuran bagi bangsa kita.
Ciganjur, 16 Desember 2023.