Ini adalah jalan pintas. Jalan pintas yang menghubungkan daerah Kukusan di Kota Depok dengan daerah selatan Jakarta. Meskipun disebut Jalan Serengseng Sawah, di sepanjang jalan ini sudah tak bisa lagi ditemukan sepetak sawah pun. Juga tanaman serengseng. Tapi jika melewati jalan ini, kita masih bisa menemukan waduk yang cukup besar, Setu Babakan.
Saat pagi atau sore, jalan ini ramai oleh kendaraan yang mengantar orang-orang yang berangkat atau pulang kerja. Jalan ini tidak terlalu panjang, namun memiliki banyak tikungan dan belokan. Dan di sana-sini banyak tanjakan atau turunan yang landai. Rumah-rumah berderat berimpitan di sepanjang jalan, diselang-seling tempat usaha dan beberapa sekolahan. Sesekali terjadi kemacetan jika ada angkutan kota ngetem atau orang dengan sembarangan memarkir mobilnya di pinggir jalan. Sebab, lebar jalan ini hanya cukup untuk papasan kendaraan roda empat ukuran kecil.
Semasa wabah Covid-19, tentu jalan ini juga sepi dari pelintas karena orang-orang dilarang banyak beraktivitas di luar rumah dan para pekerja juga dianjurkan bekerja dari rumah. Yang justru sering terlihat wira-wiri melintasi jalan ini adalah mobil ambulans yang membawa jenazah orang-orang yang terpapar virus mematikan itu. Sebab, di ujung jalan ini dibangun pemakaman baru yang sangat luas khusus untuk mengubur orang-orang yang tak mampu bertahan dari serangan virus jahanam itu. Di sinilah orang-orang dari Jakarta dan sekitarnya yang mati karena virus itu dikuburkan. Dalam sekejap saja, pemakaman baru itu sudah penuh oleh nisan tanpa taburan bunga.
Ketika masa pandemi berakhir, jalanan kembali ramai. Bahkan, terlihat lebih sibuk dibandingkan dengan masa sebelum pandemi. Saat pagi, kembali jalanan dipenuhi oleh berbagai macam kendaraan. Sepeda motor, mobil-mobil pribadi, angkutan umum, juga gerobak-gerobak dorong menyesaki jalan ini. Namun, kali ini ada pemandangan yang berbeda. Setiap pagi, ada sebuah kursi roda yang ikut berebut ruang di jalanan ini.
Seorang pria paro baya, selalu berkaus oblong dan bercelana pendek, dengan kulit yang agak legam dan rambut keriting, mendorong kursi roda dari arah Jakarta. Jika kita melintas di Jalan Serengseng Sawah antara pukul tujuh sampai sembilan pagi, pasti akan berpapasan dengannya. Ia mendorong kursi roda itu dengan laju yang terukur dan penuh kehati-hatian. Serupa orang memperlakukan benda pusaka. Tentu saja begitu. Sebab, yang duduk dikursi roda itu adalah wanita tua renta, yang tubuhnya kurus kering terbungkus kulit yang mengeriput, dengan rambut putih yang sudah menjarang.