Bumi sebagai tempat singgah manusia dalam memenuhi kebutuhannya telah berupaya menjalankan kewajibannya. Menyediakan air, laut, bebatuan, hutan, tambang, dan kekayaan alam lainnya. Namun, hak-hak Bumi untuk mendapatkan uluran tangan dari manusia masih bisa dikatakan minim.
Manusia masih eksploitatif dan lepas kendali dalam pemanfaatan Bumi. Meskipun Indonesia telah merdeka sejak 17 Agustus 1945, namun sampai saat ini Bumi masih terjajah oleh tangan-tangan manusia yang mempunyai cara pandang antroposentrisme. Manusia kerap menganggap dirinya digdaya dari makhluk lainnya, sehingga bebas membuang limbah plastik di mana pun dan menembus batas maksimal dalam penggunaan sumber daya alam tanpa memikirkan makhluk lainnya.
Merujuk data dari Badan Informasi Geospasial tahun 2019, produksi plastik di Indonesia mencapai 175.000 ton per hari. Data Asosiasi Industri Plastik Indonesia dan Badan Pusat Statistik menunjukkan, sampah plastik di Indonesia mencapai 64 juta ton per tahun.
Di antara efek pembuangan sampah di daratan, salah satunya mengakibatkan banjir bandang. Hal ini dibuktikan dengan berita yang terus beredar di media setiap tahunnya mengenai banjir bandang yang disebabkan oleh tersumbatnya aliran sungai karena sampah. Gumpalan-gumpalan sampah terus membawa bencana yang menyebabkan banyaknya kerugian. Tidak sedikit juga makhluk-makhluk lain yang mati akibat bencana tersebut.
Merujuk data dari Sustainable Waste Indonesia, dari 64 juta ton yang dihasilkan Indonesia per tahun itu, baru 7% sampah yang didaur ulang. Sementara, 69% di antaranya menumpuk di tempat pembuangan akhir. Lebih parahnya lagi, 24% sisanya dibuang sembarangan dan mencemari lingkungan sehingga dikategorikan illegal dumping.
Pembuangan sampah tidak hanya berdampak pada ekosistem makhluk hidup di daratan saja. Namun, juga berakibat pada kerusakan ekosistem di lautan. Sebanyak 3,2 ton sampah di Indonesia merupakan sampah plastik yang dibuang ke laut. Sampah tersebut bertahan hingga ratusan tahun di laut.
Kementrian Kelautan dan Perikanan memperkirakan pada tahun 2040, di lautan Indonesia akan lebih banyak sampah plastiknya dari pada ikannya. Polusi plastik memiliki potensi untuk meracuni hewan yang kemudian dapat mempengaruhi pasokan makanan untuk manusia. Fenomena tersebut selaras dengan peringatan Allah dalam QS. Ar-Rum 41:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ
Artinya: Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia. Melalui hal itu Allah membuat mereka merasakan sebagian dari akibat perbuatan mereka agar mereka kembali ke jalan yang benar.
Berbuat kerusakan merupakan bentuk pelanggaran terhadap sistem atau hukum Allah. Penjajahan Bumi, baik didarat maupun di laut, akan berdampak negatif bagi keberlangsungan makhluk hidup. Terlebih, hal yang dianggap biasa dan berdampak besar, yaitu sampah plastik. Kebiasaan membuang sampah plastik sembarangan dan menggunakan produk-produk tidak ramah lingkungan menyebabkan kerusakan ekologi. Di antaranya, pencemaran, banjir bandang, wabah penyakit, penghancuran flora, fauna, dan rusaknya biota laut.
Sebagian akibat buruk lainnya telah Allah atasi, di antaranya dengan menyediakan sistem dalam alam yang dapat menetralisasi atau memulihkan kerusakan alam. Betapa sayangnya Allah kepada manusia. Namun, kerap kali manusia tidak menyadari.
Manusia diberi akal, hati nurani, dan nafsu, selayaknya menyelaraskan akal dan hati nurani untuk kemerdekaan Bumi. Pemenuhan nafsu manusia untuk hal-hal yang menjajah Bumi hendaknya dicukupkan. Saat ini, Bumi membutuhkan sentuhan kasih sayang dan uluran tangan dari manusia, sebagai makhluk yang paling konsumtif serta dianugerahi akal untuk menimbang mafsadah dan mashlahatnya dalam keberlangsungan ekosistem.
Telah dikatakan bahwa manusia merupakan hewan yang berpikir, al insanu hayawanun nathiq. Karena itu, mulai saat ini manusia perlu memikirkan cara agar tidak hanya Indonesia yang merdeka, namun Bumi dan segala ekosistemnya perlu merdeka dari pencemaran, perusakan, dan penjajahan.
Kasih sayang terhadap Bumi dan makhluk hidup lainnya yang ada dialam semesta baik flora, fauna maupun biotik laut harus ditumbuhkan. Sebagaimana Allah juga memerintahkan hambanya untuk memiliki kasih sayang terhadap hal-hal yang ada dialam semesta. Hal ini selaras dengan hadis Nabi tentang kasih sayang kepada semua yang ada di Bumi:
الرَّاحِمُونَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمٰنُ، ارْحَمُوا مَنْ فِي الأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ
Artinya: Orang-orang yang memiliki sifat kasih sayang akan disayang oleh Allah yang Maha Penyayang, sayangilah semua yang ada di bumi, maka semua yang ada di langit akan menyayangimu. (HR Tirmidzi).
Manusia perlu menyadari bersama betapa pentingnya menerapkan pola hidup ramah lingkungan. Adapun, beberapa cara yang bisa kita lakukan agar Bumi tidak terus terjajah yaitu bisa dimulai melalui hal-hal sederhana di sekitar kita:
Pertama, mengurangi penggunaan sampah plastik sekali pakai. Di wilayah pasar lokal, kita perlu membiasakan untuk membawa tas belanja sendiri dari rumah yang ramah lingkungan sebagai upaya pengurangan limbah plastik. Di perkotaan, mal-mal besar perlu kembali mengindahkan upaya pemerintah yang dicanangkan sejak tahun 2019 untuk melakukan peralihan produk kantung belanja plastik menjadi kantung belanja ramah lingkungan yang mudah terurai.
Kedua, perlunya mengurangi bungkus makanan ataupun minuman yang berbahan plastik. Manusia sering tidak menyadari bahwa saat ini terlalu menyukai hal-hal yang simpel. Saat jalan-jalan, manusia sekarang lebih suka membeli botol minum sekali pakai, atau minuman jumbo cup atau little cup berbahan plastik dari pada membawa botol tumbler dari rumah.
Begitu juga dengan makanan, banyaknya manusia yang tidak suka ribet untuk membawa kotak makan dari rumah yang reusable sehingga memilih makan di kafe, restoran, warung, dan tempat lainnya. Dari kacamata subjek konsumtif, sebenarnya hal ini tidak salah karena manusia yang sibuk ingin segala hal simpel, namun dari kacamata produsen ataupun seller makanan, kafe, restoran, warung makan, alangkah baiknya mengupayakan penggunaan piring, botol, sedotan, dan cup yang reusable bagi pembeli yang makan di tempat. Bagi pembeli yang menghendaki makanannya dibungkus, bisa menggunakan produk pembungkus makanan yang ramah lingkungan dan mudah terurai. Bukan berbahan plastik.
Ketiga, mengganti penggunaan pembalut sekali pakai ke pembalut ramah lingkungan. Pembalut sekali pakai sangat sulit diuraikan. Tentu hal itu hanya akan menambah tumpukan sampah. Selain itu, pembalut wanita sekali pakai memiliki zat yang berbahaya, yaitu klorin. Ahli kesehatan Andrea Donsky, pendiri Naturally Savvy juga melakukan percobaan dan mendapatkan data bahwa klorin dapat menyebabkan masalah serius pada organ reproduksi jika digunakan dalam jangka waktu yang lama. Sudah saatnya kaum hawa beralih ke pembalut kain yang lebih sehat dan dapat digunakan berkali-kali. Saat ini pembalut kain yang reusable dan ramah lingkungan sudah banyak tersedia di toko online.
Keempat, memilah sampah. Kegiatan ramah lingkungan ini terlihat sepele. Namun, faedahnya luar biasa. Dengan pembiasaan memilah sampah organik dan non organik, sama halnya kita sedang mewujudkan kemerdekaan bumi. Sampah-sampah yang tidak dapat terurai dan punya potensi daur ulang, alangkah baiknya didaur ulang. Adapun yang tidak bisa didaur ulang dapat dibakar. Sedangkan, untuk sampah yang terurai, bisa kembali dimanfaatkan.
Kelima, pemanfaatan media tanam dari limbah dapur yang terurai. Dari alam kembali ke alam. Limbah-limbah dapur itu bisa diupayakan menjadi kompos ataupun media tanam. Selain itu, kotoran hewan peliharaan juga dapat diupayakan secara ramah lingkungan sebagai pupuk pengganti bahan kimia yang lebih alami. Kesuburan tanaman yang dihasilkan dari produk pupuk organik tentu akan jauh lebih sehat dari pada pupuk kimia.
Keenam, tidak membuang plastik ke laut, sungai ataupun tempat sembarangan. Bumi dan seluruh makhluk yang ada di muka Bumi ini berhak mendapatkan tempat teduh yang nyaman dan kelestarian alam. Sebagai makhluk penyumbang sampah plastik, manusia harus menyadari bahwa makhluk-makhluk lain mulai dari tumbuhan, hewan, dan lainnya juga ingin mendapatkan keleluasaan dalam bernapas. Tidak ada satu makhluk pun yang menginginkan napasnya terampas oleh plastik.
Dengan langkah-langkah sederhana ramah lingkungan di sekitar yang dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari, sama halnya dengan berjuang untuk memerdekakan bumi. Jika bumi telah menjalankan kewajibannya untuk menyediakan kebutuhan manusia, sudah selayaknya sebagai manusia menjaga kelestarian alam sebagai wujud syukur kepada Allah Swt. Wallahu a’lam bis showab.
*Naskah peserta Lomba Karya Tulis Ekologi Kaum Santri 2024 dengan judul asli “Mewujudkan Kemerdekaan Bumi Melalui Ekologi Manusia Ramah Lingkungan”.