Mungkin cerita yang akan kusampikan ini sedikit membuat kalian bingung. Karena beberapa bagian kutulis dengan gaya yang berbeda. Tapi sungguh, aku tidak berniat begitu. Aku hanya ingin cerita ini ditulis agar aku bisa bertemu dengan lelaki itu lagi.
Cerita ini berawal ketika aku bertemu dengan seorang lelaki paro baya di depan sekolah. Sebelum dia datang aku sudah satu jam lebih menunggu Ibu menjemputku. Aku pun menangis tersedu-sedu. Guru dan teman-temanku sudah pulang duluan. Aku tak berhenti menangis sampai lelaki itu datang dan memberiku permen dan cokelat. Aku menerimanya. Aku membuka bungkus plastik dan memasukkan cokelat itu ke dalam mulut.
Lelaki itu jongkok di depanku dan bertanya kenapa aku menangis. Kuberi tahu bahwa ibuku tidak menjemputku. Dia, lelaki yang memberi permen dan cokelat itu, mengajakku duduk di kursi depan sekolah. Kemudian lelaki itu menunjukkan trik sulap. Namun, koin yang dia sembunyikan terjatuh dan aku tertawa melihat triknya ketahuan. Entah kenapa dia lucu sekali.
Aku bertanya siapa namanya, tetapi ibu sudah datang dan dia pergi sebelum memberitahu namanya.
Tidak hanya aku, beberapa anak seusiaku pernah diberi permen dan cokelat olehnya. Bahkan aku pernah melihat dia sedang membuat lelucon di terminal pada perempuan muda. Mereka tertawa. Padahal perempuan muda itu awalnya menangis sepertiku. Aku ingin menghampirinya tetapi sudah terlambat, bus yang kutumpangi telah berangkat membawaku serta ibu dan ayahku ke kampung halaman.
Sejak itu aku tidak pernah bertemu dia lagi. Sejak itu pula aku tumbuh dewasa dan bercita-cita menjadi penulis. Dan langkah pertama yang kujalani adalah menulis pengalamanku sendiri.
Aku sering membayangkan lelaki itu sebenarnya pahlawan yang dilupakan. Dan sebagaimana umumnya pahlawan, dia tetap menolong orang tanpa mengharap perhatian apalagi imbalan. Dia benar-benar tulus.
Satu hari aku memikirkan nama untuk lelaki itu. Dan aku pikir nama Penghapus Kesedihan tidak jelek-jelek juga. Dia akan menjadi tokoh utama dalam ceritaku selanjutnya. Begini ceritanya: