Suatu hari saya di-WhatsAppp kolega dari Kangean. Dia minta satu pekerjaan digital yang bisa saya kerjakan, tapi tidak mungkin saya “eksekusi” lantaran takut kualat.
Permintaannya sederhana, tapi cukup menggelitik. “Tolong saya dibuatkan logo NU yang simpul tali tambangnya terikat erat. Soalnya saya lihat logo NU di masjid talinya agak longgar!” Tulisnya yang kemudian saya balas dengan emoticon terbahak. “Wkwkwkwk…. Ya logo NU di mana-mana begitu.”
Lalu teman saya yang pada awalnya bukan orang NU ini menimpali dengan kalimat, “Serius ini, Taz.”
Saya balas, “Buat apa? Saya takut kualat! Yang mendesain logo NU ini bukan orang sembarangan. Beliau orang yang hebat. Tentu mendesain logo itu bukan hanya modal kreativitas belaka. Pastinya sudah beristikharah, meminta petunjuk kepada Allah!”
Kemudian telihat dia merekam voice note. Mungkin karena capai ngetik atau biar penjelasannya lebih cepat.
Diceritakan bahwa di masjid tempat dia biasa berjamaah, waktu salatnya tidak menentu. Habis azan masih diselingi zikiran atau selawatan. Kadang lagu Nisya Sabyan, kadang lagu dangdut yang liriknya diganti selawat. Meskipun kalimat-kalimat itu lama dilantunkan, tapi jamaah tetap belum menampakkan batang hidungnya. Sepi. Baru ketika salat didirikan, beberapa jamaah datang dengan santainya. Dengan status makmum masbuq.
Begitu pun ketika ada kegiatan-kegiatan keagamaan. Misal tahlilan, kompolan, atau kegiatan lainnya selalu saja tidak tepat waktu. Di jadwal pukul 07.00, jamaah baru datang pukul 07.30. Bahkan lebih. Sepertinya sudah menjadi tradisi.
Lalu teman saya yang akhirnya jadi aktivis NU secara kultural ini merenung: jangan-jangan kebiasaan Nahdliyin ini karena logonya. Di mana, di logo NU itu, terdapat sebuah tambang yang ikatannya kurang erat. Renggang alis longgar. Mungkin jika tali tambang itu dieratkan, kebiasan selow Nahdliyyin bisa lebih disiplin.
“Coba sampeyan baca bagaimana arti bagian-bagian dari logo itu!” balas saya pada akhirnya disertai dengan link tentang makna logo NU. “Saya gak mau membuat logo NU sesuai permintaan sampeyan. Sekali lagi saya takut kualat!”
Beberapa saat kemudian dia balik balas WhatsApp saya dengan emoticon terbahak guling-guling. “Wkwkwkw….”
*Berdasar Kisah Nyata.
Sebenarnya yang salah bukan logo NU-nya, tapi ikatan tambangnya (tampar, Madura) yang kurang seret/kenceng, wkwkekkkk….