Majelis Nyala Purnama #7 yang dilaksanakan di Makara Art Center Universitas Indonesia (MAC UI), Senin (10/11/2025) malam mengusung tema “Pahlawan Rakyat”.
Kegiatan yang diselenggarakan guna memperingati Hari Pahlawan ini diisi dengan sejumlah acara seperti orasi budaya, pentas musik, tari, pembacaan puisi, dan meditasi. Acara ini diselenggarakan Direktorat Kebudayaan UI, bekerja sama dengan Komoenitas Makara dan Urban Spiritual Indonesia.

Puluhan pengisi acara tampil dalam acara ini, antara lain Direktur Kebudayaan Universitas Indonesia Dr. Ngatawi Al-Zastrouw, Direktur Sejarah dan Permuseuman Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia Prof. Dr. Agus Mulyana, M.Hum, pendiri Urban Spiritual Indonesia Dr. Turita Indah Setyani, Indra Sabil AFI, Tunas Muda, Aryo Srengenge, Swara SeadaNya, dan Hadrah Banjari Assalam.

Acara ini dihadiri juga sejumlah tokoh seperti Dekan FIB UI Dr. Bondan Kanumoyoso, Pakar Tradisi Lisan UI Dr. Alfian Siagian, Ketua Club Diskusi Taman TeknoKultur Mahasiswa S3 FIB UI Asfarinal, Bendahara Club Diskusi Taman TeknoKultur Mahasiswa S3 FIBUI Dhani Marlen, juga sahabat-sahabat dari Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia
Tema “Pahlawan Rakyat” diangkat dalam acara ini sebagai tanda hormat pada mereka yang berjasa pada negeri ini, namun tak pernah tersebutkan dan tak ada yang mengenang.
“Di setiap nama besar pahlawan bangsa ada sosok yang mendukung keberhasilan perjuangan mereka, itulah pahlawan rakyat jelata. Meski dekat dengan rakyat dan memiliki peran strategis dalam perjuangan, tapi pahlalwan rakyat sering dilupakan bahkan tidak mendapat perhatian. Saatnya kita memberi apresiasi untuk pahlawan rakyat dan mencari sosok pahlawan yang benar-benar berjuang untuk rakyat,” ujar Direktur Kebudayaan Universitas Indonesia Dr. Ngatawi Al-Zastrouw saat membuka Majelis Nyala Purnama ini.
Sementara itu, dalam sambutannya, Ketua Komoenitas Makara Fitra Manan menekankan pentingnya mengenang dan menghormati para pahlawan yang tanpa pamrih, apalagi demi mengejar ketenaran.
“Di setiap lembar sejarah yang berkilau, ada ribuan nama yang hilang dan wajah yang terlupakan. Mereka adalah para pahlawan tak dikenal; pejuang sejati yang mengorbankan masa muda dan nyawa mereka, bukan demi ketenaran, melainkan demi cita-cita mulia. Mereka berjuang dalam senyap, rela menjadi pupuk bagi pohon kemerdekaan yang kita nikmati hari ini,” ujarnya.
Mengenang mereka, imbuhnya, bukan tentang mencari nama untuk diukir, melainkan tentang menghormati pengorbanan tanpa pamrih mereka. Jiwa besar yang rela memberi segalanya tanpa menuntut imbalan adalah pelajaran keikhlasan yang terpenting.
“Dengan mengenang mereka, kita memastikan bahwa api semangat dan keberanian yang mereka nyalakan tidak akan pernah padam, dan bahwa pengorbanan terhebat selalu dilakukan dalam kerendahan hati,” tutur Fitra Manan.
Sebagai penutup acara, para peserta diajak bermeditasi bersama untuk lebih memahami makna sebenarnya dari inti perjuangan, yaitu berjuang untuk kemerdekaan dan kebebasan, pahlawan rakyat bagi bangsa. Sementara, meditasi membantu individu menjadi pahlawan bagi diri sendiri mencapai kemerdekaan dan kebebasan dari pikiran dan emosi yang membelenggu. Dalam konteks ini, meditasi dapat dilihat sebagai bentuk perjuangan batin untuk mencapai kesadaran kemerdekaan dan kebebasan diri sendiri.
“Seperti pahlawan rakyat yang berjuang melawan penjajah, meditasi membantu individu ‘melawan’ pikiran dan emosi negatif yang dapat menjajah diri sendiri,” tutur Pendiri Urban Spiritual Indonesia Dr. Turita Indah Setyani yang memimpin meditasi.
