Malamatiyah: Abu Yazid al-Basthami

6 views

Diriwayatkan, suatu hari Abu Yazid Basthami berkunjung ke negeri Hijaz. Setelah beberapa hari, terdengar oleh warga Madinah. Beliau diundang untuk berkunjung ke Madinah. Warga Madinah banyak yang mengagumi dan penasaran ingin bertemu secara langsung dengan Abu Yazid. Selama itu mereka hanya mendengarkan pandangan dan ujaran Abu Yazid dari mulut ke mulut yang sedikit banyak menggelitik, mengentak, bikin kaget, dan kadang kontroversial.

Lalu Abu Yazid datang ke Madinah secara sembunyi-sembunyi. Diam-diam, tanpa diketahui masyarakat, Abu Yazid memasuki Madinah. Namun, masyarakat justru berbondong-bondong berdatangan dan memasuki Madinah dengan sikap memuliakan untuk sowan dan bertemu tokoh yang diidolakan, Abu Yazid. Saat itu mereka berkumpul dan bertemu Abu Yazid di pasar. Pada saat itu bertepatan pada bulan Ramadan.

Advertisements

Mereka ngerumpi, sibuk dengan basa-basinya. Tak disangka, Abu Yazid mengeluarkan sepotong roti dari saku bajunya dan memakannya di hadapan mereka, padahal pada saat itu bulan Ramadan. Melihat itu, semua orang berbalik badan dan meninggalkan Abu Yazid sendirian. Yang tersisa hanya satu muridnya saja.

Kemudian Abu Yazid berkata kepada pada muridnya itu, “Apakah kamu tidak melihat bagaimana kala aku meninggalkan satu persoalan saja dari syariat, lalu semua manusia meninggalkanku?”

Mungkin yang hendak dikatakan, kebanyakan orang hanya melihat dari perilaku lahiriyah yang dilihat saja. Mereka lalu mudah dan tergesa-gesa dalam menilai, gambang menstigmatisasi, dan tidak bijaksana dalam melihat sesuatu. Setelah peristiwa makan roti di siang bolong pada bulan Ramadan itu, Abu Yazid ditinggalkan, dihakimi, dan distigma sedemikian rupa sebagai orang yang tidak taat menjalankan ibadah.

Abu Yazid tak mempermasalahkan sikap mereka. Malahan beliau membiarkan stigma yang mereka berikan.

Nah, menurut para sufi, bahwa ketika seorang sufi melakukan pelanggaran syariat yang sejatinya bukan pelanggaran lalu mengakibatkan citranya buruk dan tidak lagi dipandang sebagai seorang ahli ibadah atau bahkan wali, itulah malamatiyah. Berhasil melepaskan diri dari sikap pengkultusan individu.

Halaman: 1 2 Show All

Tinggalkan Balasan