Manuskrip, Bukti Kuatnya Tradisi Literasi Santri

174 kali dibaca

Keberadaan naskah dalam bentuk manuskrip menjadi catatan penting bagi peradaban bangsa. Kajian manuskrip telah banyak dilakukan oleh para filolog. Namun, masih ditemukan banyak manuskrip yang masih belum dikaji oleh para peneliti.

Manuskrip peninggalan ulama, misalnya, masih banyak yang luput dari tangan para peneliti. Hal itu disebabkan oleh beberapa sebab, di antaranya karena pihak pemilik manuskrip yang terkadang tidak terbuka dan tidak memperbolehkan manuskrip untuk diteliti dan dikaji.

Advertisements

Padahal, jika manuskrip tersebut dikaji banyak sekali ilmu pengetahuan yang ditemukan di dalamnya. Belum lagi, sebagian yang lain tidak berani membuka peninggalan manuskrip karena dianggap suatu hal sakral yang tidak sembarangan orang boleh membukanya.

Bahkan, ada kelompok masyarakat yang menganggap bahwa naskah kuno tersebut merupakan jimat yang tidak akan dibiarkan tersentuh oleh sembarang orang. Melihat kenyataan tersebut, maka kiranya keberadaan para intelektual yang peduli akan hal tersebut sangat dibutuhkan.

Manuskrip Padangan

Salah satu contoh manuskrip yang ditemukan adalah Manuskrip Padangan, naskah-naskah kuno peninggalan ulama yang ditemukan di Pondok Pesantren Al Basyiriah Pethak, Bojonegoro, Jawa Timur. Kitab-kitab tersebut di antaranya ditulis Syekh Abdurrahman Klothok bertiti mangsa 1221 Hijriah atau 1806 Masehi

Banyak sekali manuskrip kitab-kitab yang ditemukan di sana. Manuskrip tersebut ada yang berupa naskah salinan dan ada pula kitab karangan sendiri. Terdapat pula satu kitab dengan karakter tulisan berbeda, yang menandakan ditulis oleh beberapa orang atau diberi keterangan oleh santri.

Beberapa kitab tercatat memiliki keterangan di dalamnya bahwa penulisan kitab tersebut dilakukan fī al baḥri (saat di kapal). Beberapa kitab telah didigitalisasi agar manuskrip tetap terjaga.

Konon, manuskrip tersebut sudah ditulis sekitar 400 tahun yang lalu. Sayangnya, baru terungkap akhir-akhir ini. Satu faktor di antaranya yaitu anggapan masyarakat sekitar saat itu bahwa kertas yang bertuliskan Arab merupakan satu hal yang sakral, bahkan dianggap semacam jimat.

Ada juga beberapa manuskrip yang ditemukan terdapat tahun penulisannya yaitu pada tahun 1820 M. Manuskrip tersebut ditulis di kertas daluwang dan kertas Eropa.

Salah satu hal yang menarik dan menimbulkan pertanyaan bagi sebagian orang adalah pada tahun tersebut belum ada kertas Eropa yang masuk ke wilayah tersebut. Pertanyaan tersebut dijawab oleh salah satu keturunan ulama di daerah tersebut saat wawancara. Bahwa, hubungan internasional antara Padangan dan Delhi dan Arab sangat kuat. Di Delhi ada Namanya Syekh Dahlawi, gurunya ulama Padangan (Syekh Abdurrahman Klothok).

Diceritakan pula konon Syekh Abdurrahman ketika ke Mekkah membawa peti besar, lalu membeli kertas di sana.  Kertas kosong itu kemudian digunakan menulis, lalu dibawa ke Indonesia.

Bahkan, Syekh Abdurrahman pernah rela menjual sapi untuk ongkos menuju Mekah. Maka, ketika ditemukan naskah yang tertulis di kertas Eropa sebelum kertas Eropa diimpor masuk ke Indonesia merupakan hal yang wajar saja, karena mereka sudah lebih dahulu membeli dari luar.

Beberapa fakta tersebut menunjukkan betapa kuatnya tradisi literasi santri sejak ratusan tahun yang  lalu, bahkan sebelum adanya kertas Eropa masuk.

Melihat warisan tak ternilai tersebut, sudah seharusnya bagi seorang santri meniru semangat berliterasi dari ulama terdahulu. Ketika pada zaman dahulu masih kesulitan dalam hal media, nyatanya telah ada budaya literasi yang sangat kuat, ada kewibawaan intelektual yang sangat kuat. Maka, di era yang semakin maju seperti sekarang, tradisi literasi santri harus semakin berkembang pesat. Harus semakin maju dibandingkan dengan masa-masa lalu.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan