Pada awal perkembangannya, Islam banyak diimani oleh orang-orang yang bukan merupakan golongan elite di masyarakat. Nabi Muhammad pembawa risalah juga berasal dari golongan Quraisy yang walaupun cukup terpandang, namun tidak termasuk dari golongan yang kaya dan memiliki status sosial yang tinggi.
Pada saat itu, Islam menjadi tantangan yang membahayakan para saudagar kaya Mekkah, karena itu mereka menolak ajarannya. Bukan semata-mata karena mereka menolak risalah tauhid, tetapi lebih kepada ketakutan mereka terhadap Islam yang membawa pesan perubahan sosial, khususnya pada tingkatan kekuasaan (hegemoni), baik politik maupun ekonomi.
Dalam realitas kontemporer, ketimpagan sosial masih tercermin dalam kondisi seperti ini: kaum lemah berhadapan secara tidak seimbang dengan kaum kuat, warga negara berbenturan dengan tirani kekuasaan, dan masyarakat teknologi-industrial merasakan keterasaingan dahsyat yang mengungkungi eksistensinya.
Ini berarti manusia sedang menghadapi problem kemanusiannnya. Oleh karena itu gerakan “pembebasan” yang berarti memanusiakan manusia, menjadi kata kunci yang paling penting dan mendasar bagi segala upaya solutif untuk meningkatkan kesejahteraan umat manusia dalam setiap dimensi kehidupannya. Pada gilirannya ini akan mengangkat citra kehidupan itu sendiri pada tempatnya yang paling tinggi dan mulia.
Upaya pembebasan, dengan demikian, merupakan agenda utama yang seharusnya mendasari setiap kerja, baik yang sistematik-institusional maupun imaginatik-improvisasional, dari berbagai elemen sejarah kemanusiaan yang pada situasi kontemporer dewasa ini sangat didominasi pasar ekonomi kapitalistik dan mekanisme negara politik-totalitarian, dengan segala variannya yang berskala lokal dan global.
Suatu kenyataan-ambiguik yang sering kali mengantarkan kita pada siuasi yang ironis dan tragis, namun – pada saat yang sama – sesungguhnya menantang (!) segala potensi kritik dan kreatif-inovatif dari setiap kita untuk mendayagunakan “yang telah ada” dan membuka kemungkinan-kemungkinan baru dari “yang belum ada” demi program kemanusiaan.
Teologi Pembebasan
Di sini, dengan sendirinya akan memunculkan berbagai pertanyaan: di manakah sesungguhnya jalan pembebasan itu? Apakah selama ini ia telah tertimbun oleh debu-debu sehingga membeku menjadi fosil? Ataukah semacam sungai mengalir, yang setiap upaya membendungnya akan berujung pada problem “genangan” yang selalu mencari celah untuk keluar, dan apabila terpaksa akan menjebol bendungan yang menghalanginya?