Seperti gunung es, kasus-kasus kekerasan atau perundungan (bullying) masih merupakan ancaman yang nyata di dalam dunia pendidikan. Meskipun telah ada upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan yang dilakukan, namun dari waktu ke waktu, kita masih sering menemukan kasus-kasus serupa.
Hal ini menunjukkan bahwa perundungan masih merupakan masalah yang belum terselesaikan. Belum lama ini, masyarakat dikejutkan oleh kasus perundungan yang melibatkan sejumlah siswa di SMA Binus School Serpong. Kasus ini telah menarik perhatian publik dan saat ini sedang ditangani oleh pihak kepolisian.
Kejadian ini memunculkan perdebatan tentang efektivitas langkah-langkah pencegahan perundungan di sekolah dan kebutuhan akan tindakan tegas untuk menangani pelaku.
Perundungan acap kali muncul ketika ada ketidaksetaraan. Artinya, ada semacam hubungan kekuasaan dan objek flying victim, yaitu seseorang yang menjadi korban. Pelaku yang merasa memiliki kekuasaan cenderung memiliki superioritas dan menyalahgunakan kekuasaan tersebut untuk mengintimidasi korban.
Jika merunut dari kasus ke kasus, apa ada kesalahan di dalam sistem pendidikan kita? Dalam hal ini, jika mengacu pada teori Albert Bandura, pembelajaran sosial (social learning theory), penting ketahui bahwa perilaku individu tidak hanya dipengaruhi oleh faktor internal seperti pikiran dan emosi, tetapi juga oleh lingkungan sekitarnya.
Ia menekankan pentingnya proses pengamatan dan pemodelan dalam membentuk perilaku seseorang. Dalam perundungan, konsep ini memiliki implikasi yang signifikan.
Pertama, dalam upaya mengatasi perundungan, penting untuk memahami bagaimana perilaku orang lain bisa menjadi model bagi perilaku individu.
Jika perilaku perundungan sering terjadi dan terlihat, individu lain mungkin akan menirunya, terutama jika mereka melihat perilaku tersebut tidak mendapatkan konsekuensi negatif atau bahkan dianggap sebagai sesuatu yang diberi perhatian positif.
Kedua, pendekatan pencegahan perundungan dapat dilakukan dengan adanya teladan yang baik atau mempromosikan tindak laku yang positif dan menghindari memperkuat tingkah laku yang negatif, seperti flexing atau bertindak sewenang-wenang. Lingkungan sekitar dapat diubah untuk menciptakan budaya yang mendukung kebaikan dan mengurangi insiden perundungan.