Di bulan yang penuh berkah ini terdapat suatu malam yang dikenal dengan sebutan Lailatul Qadar. Yaitu, suatu malam yang di dalamnya terdapat keistimewaan lebih baik dari seribu bulan. Seribu bulan sama dengan 83 tahun 4 bulan. Itu kurun waktu yang sangat panjang dan lama untuk kita rasakan di dalam kehidupan ini.
Lailatul Qadar hanya terjadi pada Bulan Ramadan. Di luar bulan ini tidak ada keistimewaan datangnya Lailatul Qadar. Jadi, menjadi motivasi tersendiri bahwa di bulan ini kita berusaha untuk menjumpai malam penuh kemuliaan itu, yaitu malam Lailatul Qadar, malam yang lebih baik dari seribu bulan (83 tahun 4 bulan).
Pengertian Lailatul Qadar
Secara bahasa, Lailatul Qadar terdiri dari dua kata. Lailah artinya malam dan qadar artinya kemuliaan. Jadi, Lailatul Qadar adalah malam kemuliaan karena pada malam tersebut para malaikat turun ke muka bumi.
Sedangkan, menurut istilah, Lailatul Qadar adalah suatu malam di Bulan Ramadan yang sangat istimewa karena malam tersebut lebih baik dari seribu bulan. Artinya, bagi seseorang yang melaksanakan ibadah di malam itu sama dengan beribadah selama 83 tahun dan 4 bulan, bahkan lebih dari itu. Keistimewaan ini tersebab oleh kecemburuan para sahabat terhadap seseorang yang berperang di jalan Allah selama seribu bulan. Maka datanglah Malaikat Jibril dengan membawa pesan (wahyu), yaitu surah Al-Qadar.
“Sesungguhnya aku telah menurunkan Al-Quran pada malam Lailatul Qadar. Tahukah kamu apa itu Lailatul Qadar? Lailatul Qadar adalah malam yang lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun para malaikat dan ruh qudus (Malaikat Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu penuh kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al-Qadr: 1-5).
Keutamaan Lailatul Qadar
Ayat tersebut telah menjelaskan bahwa Lailatul Qadar adalah suatu malam yang kualitasnya lebih baik dari seribu bulan. Sebuah anugerah dari Allah, karena malam ini hanya terjadi pada umat Muhammad. Khairun min alfi syahr, yaitu malam yang lebih baik dari seribu bulan, adalah sebuah hikmah fantastis sebagai berkah Ramadan yang diturunkan oleh Allah.
Di malam Lailatul Qadar juga turun para malaikat dan ruh (ruhul quds, Malaikat Jibril) untuk memberikan penghormatan kepada orang-orang yang beribadah di malam itu. Maka dapat dipastikan bahwa orang yang menemui Lailatul Qadar akan mendapat anugerah, ampunan, dan ijabah terhadap semua permohonannya.
Salamun hiya hatta mathla’il fajr, keselamatan di malam Lailatul Qadar hingga sampai terbitnya fajar. Sebuah keistimewaan yang begitu hebat, paripurna, dan fantastik bagi umat Muhammad bahwa dengan Lailatul Qadar ada berkah yang diberikan oleh Allah.
Seseorang yang beribadah pada malam Lailatul Qadar kualitas ibadahnya lebih baik dari seribu bulan (83 tahun 4 bulan). Hal ini juga sebagai keistimewaan yang pantas kita syukuri dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Dalam sebuah kesempatan, Rasulullah mengisahkan bahwa di masa Bani Israil ada seorang hamba yang memanggul senjata dan berjuang di jalan Allah selama 1.000 bulan. Para sahabat tertegun dengan kehebatan orang tersebut, dan merasa kecewa mengapa mereka tidak diberi umur panjang sebagaimana orang di atas. Kemudian datanglah Malaikat Jibril dengan membawa wahyu berupa surah Al-Qadar. Para sahabat pun merasa bangga dengan turunnya ayat tersebut. (Tafsir Al-Qurtubi dan Ibnu Katsir).
Rasulullah bersabda sehubungan dengan keutamaan malam Lailatul Qadar. Hadis yang sahih ini, karena diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, merupakan salah satu dalil/hujjah adanya keistimewaan malam Lailatul Qadar. Rasulullah bersabda:
“Barang siapa bangun di malam Lailatul Qodar dengan bekal iman seraya melakukan muhasabah, introspeksi diri maka pahalanya adalah ampunan atas segala dosa-dosanya yang telah lewat.” (HR. Bukhari-Muslim).
Ciri Lailatul Qadar
Ada beberapa keterangan yang bersumber dari hadis yang menjelaskan tentang ciri-ciri datangnya Lailatul Qadar. Keterangan ini menjadi pegangan bagi “pemburu” Lailatul Qadar meskipun tidak ada jaminan 100% terhadap keberhasilannya. Hanya, selagi ada niat untuk menjumpai Lailatul Qadar, maka upaya tersebut bernilai lebih di hadapan Allah.
Berikut beberapa ciri-ciri Lailatul Qadar yang dirangkum dari berbagai sumber:
1. Hadits yang diriwayatkan oleh Ubadah Bin As-Shamit, Rasulullah bersabda:
“Lailatul Qadar (terjadi) pada sepuluh malam terakhir. Barangsiapa yang menghidupkan malam-malam itu karena berharap keutamaannya, maka sesungguhnya Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang lalu dan yang akan datang. Dan malam itu adalah pada malam ganjil, ke-29, ke-27, ke-25, ke-23, atau malam terakhir di bulan Ramadan.”
Di hadis yang lain, yang diriwayatkan oleh Ahmad, Nabi bersanda:
“Sesungguhnya tanda Lailatul Qadar adalah malam cerah, terang, seolah-olah ada bulan, malam yang tenang dan tenteram, tidak dingin dan tidak pula panas. Pada malam itu tidak dihalalkan dilemparnya bintang, sampai pagi harinya. Dan sesungguhnya, tanda Lailatul Qadar adalah Matahari di pagi harinya terbit dengan indah, tidak bersinar kuat, seperti bulan purnama, dan tidak pula dihalalkan bagi setan untuk keluar bersama matahari pagi itu.” (HR. Ahmad).
2. Hadis dari Ibnu Abbas, Rasulullah bersabda:
“Lailatul Qadar adalah malam yang penuh kelembutan, cerah, tidak begitu panas, juga tidak begitu dingin, pada pagi hari matahari bersinar lemah dan tampak kemerah-merahan.” (HR. Ath Thoyalisi. Haytsami mengatakan periwayatnya adalah tsiqoh/terpercaya).
3. Matahari akan terbit pada pagi harinya dalam keadaan jernih, tidak ada sinar. Dari Abi bin Ka’ab bahwa Rasulullah bersabda:
“Subuh hari dari malam Lailatul Qadar Matahari terbit tanpa sinar, seolah-olah mirip bejana hingga Matahari itu naik.” (HR. Muslim) (Lihat Shohih Fiqh Sunnah II/149-150).
Itulah beberapa ciri dari turunnya malam Lailatul Qadar. Tidak ada dalil yang pasti, tetapi karakter turunnya malam tersebut sudah dijelaskan beserta tanda-tandanya yang sangat mungkin untuk dijadikan pegangan dan bisa menjadi petunjuk untuk mendapatkan Lailatul Qadar.
Ketidak-pastian malam Lailatul Qadar menjadi pemicu bagi kita untuk bersiaga di segala waktu di Bulan Ramadan. Menjadi motivasi tersendiri untuk tetap beribadah dengan penuh semangat serta berharap Ridha dari Allah.
Cara Mendapatkan Lailatul Qadar
Dengan berpedoman pada ciri-ciri turunnya Lailatul Qadar dari hadis-hadis tersebut, kita dapat cara untuk mendapatkan datangnya Lailatul Qadar. Mengikuti arahan dari sumber dalil yang terpercaya, hadis Rasulullah, kita bisa mendapatkan hikmah dan berkah dari malam Lailatul Qadar. Sepuluh hari yang terakhir dari Bulan Ramadan adalah waktu yang paling dimungkinkan. Anjuran dan tuntunan Rasulullah di 10 malam terakhir di Bulan Ramadhan adalah sebagai tanda bahwa Lailatul Qadar datangnya di malam-malam tersebut.
Malam Lailatul Qadar adalah malam yang penuh Rahmat. Jadi sangat pantas kalau datangnya malam tersebut dirahasiakan agar kita selalu bersiap, supaya kaum muslim tidak lengah untuk terus beribadah sepanjang hidup. Dan, menjumpai malam Lailatul Qadar adalah realitas takdir atas hamba Allah yang jiwanya begitu dekat kepada Tuhannya.
Allah dan Rasul-Nya sengaja merahasiakan datangnya malam Lailatul Qadar dengan alasan agar kita tidak terjebak dalam ibadah yang skeptis. Dari rahasia ini dapat diketahui mana seseorang yang benar-benar mengabdi, beribadah, dan bermunajat. Berusaha untuk menjumpai malam Lailatul Qadar adalah sebuah ibadah. Menjumpai malam Lailatul Qadar merupakan sebuah karunia dan anugerah dari Allah. Sedangkan kasih dan cinta Allah semata untuk mereka yang ikhlas dan tulus dalam sebuah pengabdian.
Iktikaf di masjid adalah salah satu cara mendapatkan malam Lailatul Qadar. Dengan berjaga sepanjang malam, beribadah dengan penuh keikhlasan, dan bermunajat untuk mendapatkan cinta Allah. Merupakan suatu keistimewaan bagi seseorang yang mampu melakukan ibadah karena ingin Rahmat (kasih sayang) dari Allah. Merupakan sebuah keistimewaan bagi seorang hamba yang berusaha dengan ikhlas, bermunajat di malam hari, bertafakur, introspeksi, dan memburu Lailatul Qadar untuk mendapatkan kualitas ibadah yang lebih baik dari 1000 bulan. Semoga kita menjumpai malam istimewa ini. Aamiin!
Wallahu A’lam bis Shawab!
Madura, 11 Ramadan 1442 H.