Menggugat Legalitas Ijazah Pesantren

155 views

Seorang santri Mbah Moen atau KH Maimoen Zubair, menjadi trending topik beberapa waktu terakhir ini terkait dengan ijazah pesantren yang ia miliki. Adalah Akhmad Agus Imam Sobirin (41) yang berdomisili di Desa Turirejo, Kecamatan Jepon, Kabupaten Blora, gagal dilantik sebagai perangkat desa karena, menurut panitia rekrutmen perangkat desa tersebut, ijazah yang Agus miliki tidak formal atau tidak legal (bukan illegal). Maka sesuai dengan Peraturan Bupati (Perbub) setempat, ijazah pesantren tersebut tidak absah dalam perekrutan perangkat desa. Sehingga, Agus pun gagal dilantik, meskipun nilai dari berbagai tes lainnya sangat memuaskan.

“Sesuai Peraturan Bupati (Perbup), ijazahnya harus formal,” kata Ani Wahyu Kumalasari, Camat Jepon Kabupaten Blora ketika dikonfirmasi wartawan terkait dengan ijzah Agus Imam Sobirin.

Advertisements

Persoalan ini berbuntut panjang dan menjadi polemik di antara pemerhati kearsipan dan administratif. Bagi Agus, persoalan ini sangat merugikan baik secara fisik, mental, dan dana. Seharusnya, menurut alumnus Pesantren Sarang, Rembang, ini, jika memang tidak boleh, sejak awal sudah ditolak.

“Mulai pendaftaran, administrasi, semuanya telah disahkan. Terus saat tes komputer saya mampu lulus, dan saat tes tertulis saya juga lulus. Nilai saya 80, dan di bawah saya nilainya 78,” ujar Agus seperti dikutip dari liputan6.com, Sabtu (1/5/2021).

Atas kasus yang tak lazim ini, pihak Agus tidak tinggal diam dan akan menggugat kasus ini ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Karena pada hakikatnya, jika memang ijazah tersebut tidak formal dan dianggap tidak sah, sejak semula sudah ditolak, bukan dijegal pada saat akan terjadi pelantikan.

“Harusnya jika ingin menggagalkan itu dari awal, tapi ini saya dijegal sesaat sebelum dilantik,” demikian menurut Agus yang juga jebolan pesantren Salaf Nganjuk, Jawa Timur, ini.

Menjadi Polemik

Masalah ijazah pesantren yang menimpa Agus Imam Sobirin terus bergulir dan menjadi polemik dan diskusi pelik. Wakil Ketua DPRD Blora, Mostopa, mengungkapkan rasa kecewanya terhadap kasus ini. Menurut pimpinan Dewan ini, seharusnya tidak perlu terjadi rekrutmen yang melahirkan masalah. Menurutnya, rekrutmen perangkat desa di Blora ini telah merugikan salah satu peserta, dan harus dikaji kembali agar hak-hak peserta yang merupakan santri Mbah Moen ini dapat terpenuhi.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan