Di dalam Al-Quran, Allah swt berfirman, “Dan Dia mendapatimu (Muhammad) sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan,” (QS. Ad-Dhuha: 8). Di dalam tafsirnya, Al-Qirthubi menjelaskan bahwa pada awalnya kondisi Nabi Muhammad saw dalam keadaan kekurangan (fakir), tetapi kemudian dijadikan cukup (kaya) melalui Siti Khadijah dan orang lain. Ayat ini juga menjelaskan, bahwa hakikatnya kehidupan Nabi Muhammad saw adalah seorang yang kaya tetapi memiliki karakter (pola hidup, life style) yang sederhana.
Dede Ibrahim, melalui bukunya Unusual Santri: Berbedalah Maka Kau Akan Dikenal! mengajak dengan bahasa yang sangat rancak, agar seorang santri menjadi orang yang kaya. Karena kaya itu sebuah pilihan, sedangkan sederhana merupakan karakter dari seseorang. Tidak jarang orang yang kaya tetapi memiliki karakter sederhana. Sebaliknya, orang miskin sangat mungkin dapat bersikap bergaya hidup mewah.
Buku dengan tebal 216 halaman ini mengajak para santri agar tidak menjadi miskin. Karena kemiskinan itu dapat menjerumuskan kepada kekafiran (kadal faqru an yakuna kufran, hampir saja fakir itu menyebabkan kafir).
Seorang santri sudah seharusnya memiliki jiwa kreatif dan mandiri sejak di pesantren. Salah satu pekerjaan kreatif tanpa modal yang dapat santri lakukan adalah dengan menjadi santri writerpreneur. Dengan jalan menjadi writerpreneur, seorang santri akan belajar bagaimana caranya menghasilkan income, mampu mengelola keuangan dan merencanakan dengan baik (hal. xii).
Menjadi santri yang kaya raya, tajir melintir adalah sebuah keniscayaan. Pada saat ini tidak sedikit para santri yang bergerak di bidang finansial, berbisnis, dan melakukan usaha. Ketika seorang santri melakukan niaga, maka akan tercipta kebaikan-kebaikan, karena santri digembleng untuk menjadi karakter yang baik. Di dalam pesantren telah diajarkan bagaimana konsep yang halal dalam melakukan transaksi dalam sebuah perdagangan.
“Sederhana itu tidak harus miskin,” demikian Dede Ibrahim menulis di buku ini (hal. 1). Karena Nabi SAW pada umur 25 tahun sudah menjadi pedagang dengan cara ikut pamannya. Lebih dari itu, Nabi juga menjadi pengembala dan dari hasil gembalanya Nabi mendapat finansial yang cukup banyak. Apalagi ketika Nabi Muhammad saw menikahi Siti Khadijah, maka kekayaan Nabi begitu melimpah. Tetapi, karakter Nabi yang sederhana tidak menyebabkan harta kekayaannya menjadi berlaku hidup mewah. Justru setiap harta yang dimiliki digunakan untuk kepentingan dakwah, bukan untuk kemewahan pribadi.