DI KALIGUA
Suatu saat
Entah pada putaran kalender yang ke berapa
Takkan rela hatiku biarkan engkau mengelilingi kebun teh sendirian
Meniti bukit-bukit yang ditinggalkan bulan
Kita akan bersepeda sepanjang jalan menuju pulang
Melintasi telaga di dingin pegunungan
Dan hutan
Dan burung-burung yang meracau di ketinggian
Akan kita hitung satu-satu
Sebagai rencana melunasi temu
Ya ya
Lalu di sebuah taman yang disesaki bunga
Aku dengan kau mesti menulis sajak romansa
Mengenang Jane Eyre
Atau mengingat Sasshina
Sebelum akhirnya mengubur jasad di kafan yang sama
Di antara larik-lariknya yang sederhana.
Giliyang, 2021.
LARUT MALAM
Kau hisap kretekmu dalam-dalam
Seolah abai pada gigil yang melumpuhkan
Kau rasakan darahmu mengalir bagai aliran sungai
Melewati bukit, hutan, dan perkampungan
Begitu hampa
Kau menoleh ke kiri dan ke kanan
Menahkikkan arah
Memastikan tak salah tujuan
Lagi-lagi kau sesap kretekmu sambil terpejam
Di dalam pejam
Kau melihat langit dengan kerangka bintang yang rumit
Ada kerlip kunang
Berlarian di antara kepingan sakit
Giliyang, 2020.
MERANTAU
Bis kota yang berisik
Tinggalkan terminal yang dingin dan pesing
Juga kakimu, hatimu,
Terus-terusan berserah pada hening
Seperti pergi untuk temukan alamat kembali
Ke kota yang jauh
Hengkang dari peluk kasih ibu
Sejumlah tusukan berhaluan di dadamu
Pada jalan-jalan
Terselip duka panjang
Gerimis datang bagai sekawanan jalak hitam
Diam-diam kau tulis sketsa langit hijau
Yang menantimu di pemberhentian
Giliyang, 2021.