Di pesisir selatan bagian tengah pulau Jawa, terdapat sebuah kampung bernama Doplang(karta). Pada tahun 1990-an santri-santri kampung tersebut selain ngaji membaca turutan, Al-Qur’an dan hafalan doa-doa salat dan lain sebagainya di musala masing-masing—seperti musala Mahalussalam, musala Babussalam, musala Sangga Buana, bahkan masjid Nurul Iman (masjid kampung sebelah)—, mereka mengadakan pengajian bersama sepekan sekali, yakni tiap malam Ahad di tempat-tempat tersebut secara bergiliran yang bernama Pengajian ar-Rahman.
Lewat pengajian itu, selain mendapat ilmu, sebagian mereka mengasah dan unjuk kemampuan dalam membawakan acara, menyenandungkan selawat serta qiro, dan berpidato.
Dari sekian pengisi pengajian, ada seorang ustaz yang cukup menyita perhatian mereka, karena kelihaiannya menyelipkan guyon pada pidatonya juga gaya berpidatonya yang meniru Dai Sejuta Umat. Namun, bukan ustaz tersebut yang hendak saya ceritakan pada sampean, melainkan satu istilah yang lucu karena, kendati salah arti, tetapi kadung kaprah hingga mashyur di kalangan mereka sampai bertahun-tahun kemudian, bahkan sampai sekarang.
Sampean penasaran?
Umumnya suatu pengajian dimulai pembawa acara membacakan susunan acara, demikian pula Pengajian ar-Rahman. Disusul pembacaan selawat untuk Kanjeng Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam dirangkai dengan pembacaan ayat suci Al-Qur’an. Kemudian sambutan-sambutan.
Begitu sambutan-sambutan selesai, pembawa acara acap menyatakan dengan kalimat yang hampir-hampir sama, “Tibalah pada acara yang kita tunggu-tunggu, yakni mauidzatul hasanah yang akan disi oleh…” dan setelah menyebut satu nama, ia melanjutkan, “namun sebelum ke inti acara, waktu kami skors untuk istirahat, kepada panitia yang bertugas kami persilakan…”
Begitu mendengar kata “skors”, sebagian hadirin-hadirat menyambut dengan reaksi yang hampir-hampir sama, yakni riang-gembira. Bahkan, beberapa santri menimpali secara susul-menyusul dengan mengatakannya yang dalam pelafalan mereka menjadi:
“Sekores, sekores…”
Entah mereka mengerti arti kata “skors” atau tidak, karena setelah kata “sekores” terdengar, kemudian panitia membagi snack, mereka sepertinya sepakat mengartikan bahwa “sekores” adalah snack saat pengajian.
Maka, saat beberapa santri akan menghadiri pengajian rajaban atau muludan di kampung-kampung sekitar, kadang-kadang mereka berkelakar, “Yuh ngaji nggolet sekores…” yang berarti: mari ngaji mencari sekores.
Beberapa bulan kemarin, di tengah rapat pembangunan Pondok Pesantren Ihyaul Qur’an (PP IQU) yang berdiri di samping depan musala Sangga Buana, saat snack mulai dibagikan, istilah itu kembali terdengar dari beberapa pengurus yang duduk di teras rumah untuk rapat—lagi-lagi dengan nada riang-gembira, “Sekores… Sekores…”
Kesugihan, 13 Agustus 2022