NU dan Gerakan Post-Tradisionalisme

91 views

Adaptasi ajaran agama Islam terhadap budaya hidup masyarakat menjadi hal penting yang harus dilakuakan. Apabila adaptasi ajaran agama Islam mampu diaplikasikan, maka visi Rasulullah dalam penyebaran agama Islam (baca: rahmatan lil alamin) dapat terwujud. Islam menginginkan aplikasi ajaran secara universal, agar wujud dari Islam itu sendiri dapat relevan sepanjang zaman (shalih li kuli zaman wa makan).

Post-tradisionalisme merupakan pokok ajaran Islam yang memuat sistem budaya yang diselaraskan dengan ajaran Islam. Dalam akar historisnya, Islam selalu menghormati tradisi yang memuat seluruh khazanah di masa lalu. Awal persebaran Islam tidak serta merta dilingkupi oleh peperangan dan pelarangan atas hal-hal yang menyimpang. Secara bertahap, Islam menyesuaikan tradisi-tradisi yang telah ada, kemudian disesuaikan dengan syariat.

Advertisements

Muhammad Abed al-Jabiri, sebagai tokoh utama post-tradisionalisme Islam, mengungkapkan jika gagasan post-tradisionalisme mempunyai titik tengah yang mampu menyelamatkan tradisi Islam sekaligus dinamika sejarah yang telah terbentuk sebelumnya. Konsep yang diusung oleh Muhammad Abed al-Jabiri adalah al-muhafadzah β€˜ala al-qadim al-shalih wa al-akhzu bi al-jadid al-ashlah, yang dapat diartikan sebagai penjagaan tradisi lama yang baik, seraya mengadaptasikan dengan tradisi baru yang lebih baik.

Konsep tersebut secara bertahap diterima oleh masyarakat, yang pada akhirnya membentuk kualitas dan kuantitas umat Islam seperti sekarang. Bayangkan, hanya dalam beberapa abad, Islam mampu mendongkrak dogma masyarakat dan berevolusi menjadi agama terbesar di dunia. Hal ini turut menjelaskan bagaimana kajian post-tradisionalisme sangat diterima di masyarakat.

Dalam kajiannya, Muhammad Abdul al-Jabiri menggunakan tiga dasar. (1) Strukturalis, yang memuat kajian sejarah berdasar pemahaman dari berbagai macam teks. (2) Menguji validitas metode strukturalis dengan validitas politik yang berlaku. (3) Penggunaan kritik ideologis untuk mengungkap ideologi yang mendasari sebuah teks terbentuk. Apabila tradisi yang dimaksud lolos dari ketiga dasar tersebut, barulah tradisi itu didialogkan dengan masyarakat agar dapat menyatu.

Kultur Nahdlatul Ulama

Nahdlatul Ulama sebagai organisasi keagamaan terbesar di Indonesia paling gencar memakai post-tradisionalisme sebagai metode pengajarannya. Kontekstualisasi Nahdlatul Ulama yang menempatkan tradisi sebagai dasar dakwah, menjadikan kegembiraan tersendiri yang memuat kegembiraan saat memeluk agama Islam. Pada dasarnya, pengajaran post-tradisionalisme Nahdlatul Ulama mengacu pada pola dakwah yang telah dilakukan oleh Walisongo.

Halaman: First 1 2 3 Next β†’ Last Show All

One Reply to “NU dan Gerakan Post-Tradisionalisme”

Tinggalkan Balasan