NYANYIAN SUNYI PANGGUNG KEGELAPAN
Apa yang bisa ditangkap oleh telinga
Tatkala keheningan mendendangkan kesenyapannya
Apa yang bisa didekap oleh mata
Tatkala malam menyibakkan tirai kegelapannya
Apa yang bisa diucap oleh mulut
Tatkala waktu telah menjelaskan segalanya
Malam tak pernah benar-benar hanya malam
Yang menunggu setiap pasang mata terlelap dalam heningnya
Tidakkah Kau sadari
Bagi mereka yang tertidur
Malam adalah kasur dalam kamarnya
Namun bagi mereka yang terjaga
Malam adalah muara dari cerita-cerita dunia
Jangan menunggu matahari terbenam
Demi sesuatu yang Kau kira untuk beristirahat
Karena malam bukan sekadar tempat untuk mengadu penat
Namun suara waktu yang menunjukkan jalan untuk berhikmat
MENDUNG DI MATAMU
Mendung di matamu tak berpulang
Pergi mencari dan menghilang
Menyusuri setiap jalan setapak kenestapaan
Meniti tawa dalam panggung kehidupan
Mendung di matamu turun perlahan
Rintiknya jatuh tak tertahan
Bulirnya menitik pelan-pelan
Hingga basah menjadi teman sepermainan
Mendung di matamu kini menjelma hujan
Sedang hatimu serupa badai
RUANG DIRI
Ketika kelahiran memberiku ruang
Waktu telah menyediakan jatah takdir
Untuk meniti masa demi masa di dunia
Ketika Aku beranjak besar
Bukan hanya ruang dan waktu
Orang-orang pun mulai datang dan pergi
Meninggalkan kenangan mereka satu demi satu
Dan ketika usia beranjak senja
Ruang, waktu, dan orang-orang mulai beranjak meninggalkanku
Menyisakan keheningan
Menyerahkan kesepian
Hingga pada titik akhir batasku
Tiada lagi yang kuperoleh
Selain sebuah pertanyaan
DIMENSI HATI
Ketika hujan bertandang di matamu
Yang basah adalah relung hatiku
Kau menitipkan mendung di musim yang salah
Saat hatiku dibuat berbunga-bunga
Apa air mata ini wahai, kekasih
Tidakkah Pak Kiai telah berpesan
Tak boleh ada yang membuat kita sedih selain minimnya bekal kematian
Namun Kau membuatku menyalahi perkataan Pak Kiai
Dengan membiarkan hujan itu menitiki pipimu
Aku tahu ini adalah tahun perpisahan kita
Tetapi bukankah sebaik-baik pertemuan
adalah yang disaksikan langsung di rumah terbaik-Nya?
Aku telah berbahagia di sini dengan segala limpahan-Nya
Kau pun seharusnya begitu
Semarang, Juni 2022.