Al-Qur’an adalah kitab suci yang tidak ada keraguan di dalamnya. Keautentikannya masih terjaga sampai saat ini, sehingga relevansinya tidak diragukan. Al-Qur’an diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad melalui perantara Jibril A.S sebagai mukjizat untuk melemahkan orang-orang Kafir Quraisy saat itu, yang notabenennya adalah para penyair ulung.
Oleh karena itu, bahasa Arab yang digunakan oleh Al-Qur’an bukanlah bahasa Arab yang biasa atau bahkan sembarangan. Bahasa Arab yang digunakan oleh Al-Qur’an adalah bahasa Arab yang memiliki nilai sastra tinggi dan hanya orang-orang tertentu yang bisa memahami dan mengerti kandungan isi ayat-ayat Al-Qur’an.
Seorang Muslim yang ingin memahami dan mengerti isi kandungan Al-Qur’an harus terlebih dahulu mempelajari gramatikal bahasa Arab atau setidaknya menguasai ilmu alat. Bekal tersebut sangat berpengaruh terhadap pemahaman seseorang dalam memaknai sebuah ayat juga agar seseorang terhindar dari pemahaman yang keliru mengenai ayat-ayat yang masih diperdebatkan kebenaran maknanya. Karena seringkali terjadi kesalahpahaman yang disebabkan oleh kurangnya atau bahkan tidak ada sama sekali penguasaan terhadap ilmu alat.
Salah satu jenis kesalahan pemahaman yang sering terjadi adalah ketika menemui dua ayat yang kontradiktif seperti ayat 15 di dalam surat ar-Ra’d yang berbunyi,
وَلِلّٰهِ يَسْجُدُ مَنْ فِى السَّمٰوٰتِ وَا لْاَ رْضِ طَوْعًا وَّكَرْهًا وَّظِلٰلُهُمْ بِا لْغُدُوِّ وَا لْاٰ صَا لِ
“Dan semua sujud kepada Allah baik yang di langit maupun yang di bumi, baik dengan kemauan sendiri maupun terpaksa, (dan sujud pula) bayang-bayang mereka, pada waktu pagi dan petang hari.”
Di dalam ayat ini terdapat huruf man yang di dalam gramatikal bahasa Arab masyhur oleh ulama nahu disebut ism maushul yang berfungsi sebagai kata sambung. Yang jika kita maknai ke dalam bahasa Indonesia memiliki arti ‘sesuatu yang’ atau ‘orang yang’. Akan tetapi, huruf man dalam konteks ayat ini memiliki arti ‘orang yang’, karena ia sekaligus menjadi subjek (fail) yang menunjukkan makna plural (jamak) dari predikat/kata kerja (fiil) yas-ju-du.
Di ayat tersebut, makna man yang plural mencakup seluruh eksistensi yang berada di langit maupun di bumi, sehingga dari pengertian tadi melahirkan konklusi bahwa semua yang berada di bumi dan di langit itu bersujud kepada Allah Subhana Wa Ta’ala. Jadi, baik itu orang beriman maupun orang kafir ataupun munafik, bahkan orang atheis sekalipun itu bersujud kepada Allah baik secara senang maupun terpaksa.
Dari analisis tadi, kita menemukan kontradiksi antara ayat 15 surat ar-Ra’d yang memiliki pengertian bahwa orang kafir (termasuk juga orang Atheis, karena sama-sama mengingkari Allah) bersujud kepada Allah, padahal salah satu potongan ayat 47 di dalam surat al-Ankabut, secara terang-terangan menyatakan keingkaran orang-orang kafir terhadap ayat-ayat Allah.
Lalu bagaimanakah bisa orang yang mengingkari Allah juga sujud kepada Allah? Seandainya mereka bersujud kepada Allah, seperti apakah sujud mereka?
Untuk memahami ayat tadi, tidak hanya dibutuhkan penguasaan gramatikal yang mendalam, akan tetapi juga dibutuhkan hafalan Al-Qur’an 30 juz. Itulah salah satu fungsi mengapa kita harus menghafal 30 juz. Dengan menghafal 30 juz, kita bisa menemukan sudut pandang yang lebih luas, karena satu ayat dengan ayat lainnya memiliki korelasi, sehingga untuk memahami satu ayat, setidaknya ada satu ayat yang memberikan penjelasan yang lebih mendalam tentang ayat tersebut.
Salah satu ayat yang memiliki keserupaan dari segi polanya dengan ayat 15 surat ar-Ra’d yaitu surat Ali Imran ayat 83 yang berbunyi,
أَفَغَيْرَ دِينِ ٱللَّهِ يَبْغُونَ وَلَهُۥٓ أَسْلَمَ مَن فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَإِلَيْهِ يُرْجَعُونَ
“Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nya-lah menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan.”
Jika di ayat 15 Surat ar-Ra’d dijelaskan bahwa seluruh eksistensi yang ada di bumi dan di langit itu ‘bersujud’ kepada Allah, tak jauh berbeda dengan yang terdapat pada ayat 83 Ali Imran. Dalam ayat ini, Allah menjelaskan bahwa segala sesuatu yang berada di langit dan bumi itu ‘berserah diri’ atau ‘tunduk’ kepada Allah. Kata aslama dalam ayat ini berbeda dengan kata aslama yang terdapat pada surat al-Hujurat ayat 14 yang memiliki arti ber-Islam. Dan memang benar bahwa segala sesuatu yang berada di langit dan bumi, pada awalnya sejak zaman azali, telah mendeklarasikan bahwa diri mereka berserah diri atau tunduk kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala sebagai satu-satunya Tuhan seluruh alam. Hal itu dijelaskan di dalam surat al-A’raf ayat 172 yang berbunyi,
وَ اِذْ اَخَذَ رَبُّكَ مِنْۢ بَنِيْۤ اٰدَمَ مِنْ ظُهُوْرِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَ اَشْهَدَهُمْ عَلٰۤى اَنْفُسِهِمْ ۚ اَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ ۗ قَا لُوْا بَلٰى ۛ شَهِدْنَا ۛ اَنْ تَقُوْلُوْا يَوْمَ الْقِيٰمَةِ اِنَّا كُنَّا عَنْ هٰذَا غٰفِلِيْنَ
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka (seraya berfirman), Bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab, Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari Kiamat kamu tidak mengatakan, Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini,”
Dari penjabaran tersebut, dapat kita simpulkan bahwa kata yas-ju-du yang dimaksud pada ayat 15 surat ar-Ra’d, bukanlah sujud yang bermakna sujud secara fisik seperti sujudnya orang yang salat atau sujudnya malaikat kepada Nabi Adam, akan tetapi sujud yang dimaksud adalah sujud sebagai tanda ketundukan atau berserah diri. Maka dari itu, kata yas-ju-du yang dimaksud itu dalam surat ar-Ra’d ayat 15 tadi adalah sujud yang mempunyai makna sebagai tanda ketundukan seperti makna as-la-ma yang tertera pada ayat 83 surat al-Baqarah. Wallahu A’lam bi al-Showab.