PADA HARI KETIKA NAMA MEREKA DISEBUT LAGI

PADA HARI KETIKA NAMA MEREKA DISEBUT LAGI
*Selamat Hari Pahlawan Nasional

1/
hari ini toa masjid memanggil upacara
bendera disetrika lebih rapi dari nurani pejabatnya.
anak-anak berbaris, menyanyi tanpa benar-benar mendengar
arti dari kata gugur.
di langit, balon warna merah putih dilepaskan—
melayang, lalu pecah.
di tanah, seorang veteran menatap ke atas
dengan mata yang menua lebih cepat
dari ingatan bangsa yang ia selamatkan.

https://www.instagram.com/jejaringduniasantri/

2/
di televisi, para pembaca berita memakai batik motif perjuangan
suara mereka berat, tapi tidak pedih.
di layar bawah: “diskon hari pahlawan, 45% untuk semua produk”.
di sudut lain negeri ini
seorang ibu menanak nasi dari beras sisa
menyebut nama suaminya yang tak pernah pulang.
katanya, “mereka bilang dia pahlawan.”
tapi tiap malam, ia masih menunggu suara langkah
yang tak lagi pulang dari medan.

3/
jalan-jalan dipenuhi spanduk:
“bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya.”
tapi di bawahnya, pedagang kaki lima diusir
karena dianggap mengganggu pemandangan monumen.
padahal di tangan merekalah
semangat bertahan itu masih menyala—
tanpa puisi, tanpa piagam,
tanpa nama yang dicetak di kertas upacara.

4/
aku menyalakan televisi lagi
mendengar pidato panjang penuh kata “pengorbanan.”
tapi di antara kalimat yang dihafal itu
tak ada satu pun menyebut
betapa sulitnya setia pada negeri
yang sibuk bernegosiasi dengan kepentingan.
aku berpikir, mungkin para pahlawan itu
tak ingin disebut lagi tiap tahun.
mungkin mereka hanya ingin
kita berhenti menjual nama mereka
dalam bentuk perayaan tanpa perubahan.

5/
malamnya, aku berjalan ke taman makam pahlawan.
angin membawa bau tanah dan bunga plastik yang layu.
aku membaca nama-nama di nisan—
beberapa tak kukenal
beberapa tampak akrab di buku pelajaran.
lalu aku menunduk dan berbisik:
“terima kasih sudah menjaga negeri,
meski kami sering lupa menjaga ingatan.”
dan di antara sunyi yang lebih jujur dari pidato
aku merasa mereka menjawab pelan:
‘kami tak butuh dipuja,
cukup kau hidup dengan keberanian yang sama.’

LAGU NASIONAL YANG TAK SELESAI DINYANYIKAN

1/
di sekolah, kita hafal nama-nama
yang terukir di halaman terakhir buku paket.
mereka disebut setiap upacara
tapi wajah mereka semakin kabur
di bawah kibaran bendera yang setengah tiang,
setengah iklan.
suatu pagi aku dengar anak kecil bertanya:
“pahlawan itu siapa?”
dan ibunya menjawab:
“yang fotonya digantung,
tapi suaranya dilarang hidup.”

2/
di televisi seorang pejabat berbicara
tentang semangat juang.
tangannya memegang mikrofon
lebih erat dari rakyatnya.
di jalan raya, patung seorang pahlawan berdiri
menghadap mall, bukan medan perang.
burung-burung hinggap di bahunya
dan debu selfie menempel di dadanya.
aku kira mereka semua sudah tenang di surga
tapi mungkin mereka menjerit—
melihat sejarah dijual dalam bentuk promosi diskon.

3/
di sebuah kampung, nenek tua masih menyalakan pelita
ia tak tahu kenapa listrik padam,
tapi katanya begitulah cara mengenang
orang-orang yang dulu berperang tanpa sorotan kamera.
di dinding rumahnya tergantung kalender kusam:
foto seorang pahlawan dengan mata yang menatap jauh—
bukan ke masa depan
tapi ke masa kini yang gagal ia bayangkan.

4/
suatu malam aku bermimpi:
para pahlawan turun dari uang kertas.
mereka berjalan tanpa alas kaki
melewati iklan pembangunan dan baliho politik.
salah satu dari mereka berkata,
“kami tidak mati untuk menjadi gambar.
kami mati agar kalian bisa berkata jujur.”
aku terbangun dengan dada sesak
karena pagi ini, kejujuran terdengar lebih asing
daripada bahasa penjajah.

5/
dan kini negeri ini terus bernyanyi:
tentang kemerdekaan yang diulang-ulang
hingga kehilangan rasa.
bendera tetap berkibar
tapi angin yang meniupnya sudah lelah.
di antara gema lagu nasional
dan gemerincing gaji para wakil rakyat
ada sunyi yang tak ikut berdiri tegak:
sunyi para pahlawan
yang menatap kita dari kejauhan
mungkin kecewa,
mungkin hanya menunggu—
kapan kita benar-benar merdeka
tanpa harus meminjam kata dari masa lalu.

Sumber ilustrasi: Instagram mohemoh.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan