PADA SEBUAH ANTREAN
Di sebuah terminal menunggu bus
maut menyala dari keterasingan yang purba
Kami hanyalah nama-nama dalam daftar penumpang
yang hendak ke kampung
Waktu pun menetas
seperti hujan
yang tersangkut pada genting
Bus yang kami tunggu tak kunjung datang
Ia barangkali sebuah mimpi
yang dierami Jibril
atau tiupan terompet Israfil
bisa pula tinta yang menulis takdir
Tapi ia jarum jam
yang tiktoknya tak pernah tiba-tiba
Sebuah pengumuman membacakan
data antrean yang panjang
Namun, seorang kakek penjual
eskrim, Wajah dunia yang lezat
menyita telinga kami
Kami tengelam ke dalam hiruk-pikuk
warna demi warna
rembulan demi rembulan
liur demi liur
harga demi harga
kursi demi kursi
vagina demi vagina
hingga dunia gelap bagai batu:
Lupa pada bus yang ditunggu!
Tetapi, di terminal
bus selalu tiba dan berangkat
Tiba dan berangkat
membawa seluruh penumpang
pulang dari
kesia-siaan
AN, 23 Desember 2022 M.
SEPASANG SANDAL
Jejak-jejak itu…
Benarkah perbuatan
kita?
Kita seolah melangkah
sejak Sang Bapak pindah
menginjak tanah
yang anyir dan rimba
: suksesi drama jagad raya!
Kita pernah dilepas
di pintu tanah kudus
kala Musa dipanggil
ke depan pohon musykil
Kita yang meringkuk diabaikan sejarah
seperti juga mendapat titah
jadi pelindung dan pengantar telapak
dari dan ke tempat-tempat suci
Kala zaman bangit
Deru mesin mengaung
bagai mencekik leher nabi-nabi
Aku dan kau,
sepasang sandal
terbuat dari bahan yang tunggal:
menjelma jadi tanda-tanda
pembeda neraka dan surga
Dunia makin sibuk