Pesantren, sebagaimana sudah diketahui dan dipahami secara umum, merupakan lembaga pendidikan untuk mengarahkan santri kepada pemahaman agama (Islam) yang lebih massif dan mendalam. Jika kemudian muncul seorang preman yang mengatasnamakan pesantren atau mendaku sebagai santri, itu merupakan elefansi dalam sebuah kegiatan. Artinya, sebaik apa pun suatu pengajaran dan pendidikan, akan lahir sosok-sosok yang di luar jangkauan nalar. Pemahaman agamanya tidak digunakan untuk sebuah kebaikan dan kemaslahatan, bahkan sebaliknya.
Kasus Herry Wirawan sebagai predator seks terhadap peserta didik (santri?) merupakan salah satu contoh dari sebuah makna terbalik terhadap arti umum. Meskipun, setelah ditelusuri dengan saksama, ternyata “pecundang” ini tidak berafiliasi terhadap pondok pesantren manapun. Itu dapat diartikan bahwa lembaga pesantren (yayasan) dijadikan kedok untuk melancarkan aksi kriminal, kebejatan, dan niat jahatnya. Tentu kita mengutuk keras terhadap perbuatan biadab pelaku kejahatan seksual.
Herry Wirawan adalah pelaku kejahatan seksual yang menurut Maman Imanulhaq, Wakil Sekretaris Majelis Syuro Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), tidak pantas disebut sebagai ustaz, kiai, dan apalagi ulama. Tidak ada sanad keilmuan yang dapat dijadikan alasan (dasar) terhadap pelaku kejahatan ini, baik dari pesantren maupun lembaga Islam lainnya. Maka sudah pantas jika kemudian pelaku kejahatan ini dihukum seberat-beratnya, bahkan hukuman mati sekalipun.
Pesantren adalah Lembaga Islam
Pada dasarnya pesantren adalah sebuah lembaga keislaman. Segala hal terkait dengan Islam diajarkan di dalamnya. Dari pelajaran Al-Quran, Hadis, akhlak, tauhid, fikih, dan lain sebagainya, hingga hal-hal kontemporer yang diperlukan di era milenial saat ini. Di lembaga ini tidak diajarkan tindak kriminal, pencabulan, seks bebas, dan kejahatan lainnya.
Sebagai lembaga keagamaan, pesantren justru menekankan terhadap santri untuk berbuat kebaikan. Menghindari keburukan, kejahatan, dan kejelekan adalah sebuah kewajiban. Tidak boleh terjadi bullying (perundangan) karena hal ini telah ditegaskan keharamannya di dalam Al-Quran.
Allah swt berfirman dalam Al-Quran, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik.” (QS. Al Hujurat: 11).
Ayat di atas menjelaskan bahwa merendahkan orang lain atau yang lebih dikenal dengan perundungan (bullying), termasuk juga pelecehan seksual, adalah dilarang dan diharamkan. Imam Ibn Katsir dalam Tafsir Al-Qur’an Al-‘Adzim berkata bahwa ayat di atas berisi larangan melecehkan dan meremehkan orang lain. Dan sifat melecehkan dan meremehkan termasuk dalam kategori sombong. Ia mengutip salah satu sabda Rasul saw, “Sombong adalah sikap menolak kebenaran dan meremehkan manusia.” (HR. Muslim).
Imam At-Thabari di dalam tafsirnya menjelaskan terkait dengan sikap sombong dan meremehkan orang lain. At-Thabari menyitir Hadis Nabi Muhammad saw yang bersabda;
“Janganlah meremehkan kebaikan sedikit pun walau dengan berbicara kepada saudaramu dengan wajah yang tersenyum kepadanya. Amalan tersebut adalah bagian dari kebajikan.
Tinggikanlah sarungmu sampai pertengahan betis. Jika enggan, engkau bisa menurunkannya hingga mata kaki. Jauhilah memanjangkan kain sarung hingga melewati mata kaki. Penampilan seperti itu adalah tanda sombong dan Allah tidak menyukai kesombongan.
Jika ada seseorang yang menghinamu dan mempermalukanmu dengan sesuatu yang ia ketahui ada padamu, maka janganlah engkau membalasnya dengan sesuatu yang engkau ketahui ada padanya. Akibat buruk biarlah ia yang menanggungnya.” (HR. Abu Daud)
Hati-hati dan Waspada
Banyak cara setan dalam menjerumuskan manusia ke dalam kesesatan. Oleh karena itu, sebagai manusia, apapun bentuk kedalaman ilmu yang dimiliki, kita harus tetap berhati-hati dan selalu waspada. Tidak sedikit ibrah atau contoh kasus sejarah bahwa orang yang alim sekalipun dapat terjerumus ke dalam kesesatan. Hal itu disebabkan karena keangkuhan dan merasa sombong terhadap dirinya sendiri.
Mawas diri adalah bagian dari ikhtiar manusia untuk terhindar dari lelaku yang tidak sepantasnya. Ketika karakter kehati-hatian telah tertanam kuat dalam jiwa kita, itu artinya kita berkomitmen untuk senantiasa berlaku kebaikan. Dan tentu saja, untuk terhindar dari persoalan dosa diperlukan karakter rendah diri dan tidak sombong (andhap asor).
Belajar dari kasus Herry Wirawan, ada beberapa hal yang pantas kita jadikan catatan. Pertama, pelecehan seksual adalah bentuk penentangan terhadap konsep Allah swt dan Rasul-Nya. Kalau dalam Islam, pelaku kejahatan seks pantas untuk dirajam. Rajam adalah siksaan dan hukuman mati bagi pelanggar hukum dengan cara dilempari batu. Prosesi rajam dilakukan dengan cara tubuh pelanggar hukum ditanam berdiri di dalam tanah setinggi dada, lalu dilempari batu hingga mati (wikipedia).
Kedua, pelaku pemerkosaan harus diberi pelajaran yang setimpal. Kalau kata Dedi Corbuzher, harus dihukum mati. Agar menjadi pelajaran kepada lainnya, bahwa menjadi predator seks memiliki konsekuensi besar yang harus dipertanggung-jawabkan. Ketiga, harus dijadikan pelajaran bagi kita bahwa status di dunia, apapun itu namanya, tidak menjamin kita untuk berlaku baik dan demi kebaikan. Mengatasnamakan lembaga atau status sosial tertentu untuk melakukan suatu kejahatan tidak jarang dilakukan oleh manusia-manusia pecundang.
Eksistensi pesantren sebagai lembaga keagamaan tetaplah suci. Apalagi diketahui kemudian bahwa pesantren hanya dijadikan kedok untuk meraup finansial. Bahkan jika pun seseorang itu adalah otorias pesantren, maka keberadaan pesantren tetap dalam marwah dan kharisma yang sebenarnya.
Begitu pun dengan Islam. Seorang muslim (oknum) yang melakukan kejahatan dengan mengatasnamakan agama sangat niscaya terjadi. Tetapi kesucian Islam di atas segalanya. Karena agama Islam itu sendiri dimanfaatkan untuk meraup kepentingan pribadi atau kelompok. Maka karakter semacam ini harus kita waspadai dan harus kita hindari. Wallahu A’lam!