PUSARA EMAK
__setelah angan bergulat di ruang doas emalam, sari kopimu menyeret tubuh menemui surga dan neraka. sepasang mata tertegun, sosok hitam pekat itu, yang itu! mereka memasang kunang-kunang di dada langit. “prak, dari tadi ternyata kau sudah di sini mak” dalam kefanaan
__dunia pekat. kami bertukar dan melangsungkan akad dengan tuhan. serpihan abjad-abjad gemuruh bak pecah. kerelaan cinta dan putih waktu senasib dan redum. dalam labirin sebagian kami, membasuh tanggal dengan genangan basah. sementara kita yang lain mempersunting sukma dengan bahasa yang asing terdengar. suaranya hendak memagari pasrah jadi buah. acap-acap emak pernah ungkap. hampir seluruh manusia menyesal karena kehilangan tuhan. yang selalu ada. dijaga, dicintai. maka dari permukaan tanah yang berkah mesti kita kembali; sosok hitam itu seraya tersenyum menatap “kita cuma titipan dari buku-buku yang ditulis kuasa?”
ayah, aku takut. bibi, denting lumat ibu tak kuingat lagi, lupa aku merekamnya sesaat mendongeng nabi ayyub. titipan ini, hanya aku bertanya pada hari dan kecemasan waktu.
“apa arti merelai sisa ketiadaan”
Montorna, 2024.
NARIYAH
sebelum terlambat
mereka menabung
janji-janji pada setumpuk biji emas
“nyaris mulutku tak beraturan”
mereka yang lain sibuk
mengemas buah-buah
yang ditebang
musuh utama mendekap
“kalau habis se ladang malam ini aku ingin tidak mengenal yang lain Tuhan”
2024.
UMAT MUHAMMAD
saat tak kau lagi bisa merindu, kawan
di setiap alunan yang tersiar pecah
kami gerilya melalap gulita Ya Muhammad.
hampir saja kami tak sanggup menanggung derit itu
kalau tidak
ajarkan kami berbakti
menahan ambigu
derasnya Cahaya Ya Muhammad.
gemetar hati
terenyuh
serupa melodi cinta
yang kian hari semakin ayu dan lupa pelukan
bahwa sedalam-dalamnya bahagia akan menjadi ada apa-apanya berkat cinta.
maka selebihnya ajarkan kami merayakan
dan mengingat
kita umatmu Ya Muhammad.
2024.
SYAIR RINDU
di trotoar :
berbeda-beda
selalu terdengar
syair rindu
sejagat
“hanya ingin menantimu hadir” desis mereka gembira.
2024.
POSE AYAH DI PONSELKU
saat ini di tanah lain, mengeram ayah berkisah
langit menggenapkan angan dan kembali setelah
titipan ayah sedang kucari ke kedalamannya
di lorong waktu, lemari, buku-buku bacaan dan di celah keyakinanku sendiri
rambutnya ikal mengenali hidup pasrah dan berurat.
tanaman moral di sudut kopiahnya menusukkan nyala mata.
kini, aku temukan ponselku menyala
berlukiskan raut tegaknya, memanggul doa-doa
lalu matahari dan musim saling berencana untuk sepakat
tersentak, sontak aku juga meniru yang menguning di sudut
wajahnya
“Panggullah, larilah, di belakang, ayah yang bangun pagi-pagi”
agar zaman merekam wujud kebaktian manusia paling jenius
susup wajahnya, menampi lembaran
meremukkan kepala dauh sepanjang selalu tersiar
retak bengal
ke ketinggian waktumu.
Montorna, 2024.
MAHABAH
aku tidak sedang lupa
dan teledor
yang aku dahulukan
hanya cinta-Mu Ya Rabb.
2024.
CERMIN
ketika cermin membelahmu jadi dua
rasa ini menjadi abu seketika
bercerminlah:
tataplah dua cermin yang berbeda
seperti melihat kala hulu.
2023.
Ilustrasi: pngtree.