Potret Pesantren Mandiri (5): Nahdlatul Ulum Maros

153 views

Pondok Pesantren Nahdlatul Ulum, Soreang, Maros, Sulawesi Selatan, didirikan pada 2001. Pesantren yang dipimpin (almarhum) KH M Sanusi Baco ini bermula dari wakaf lahan seluas luas 3,7 hektare dari Wakil Presiden HM Jusuf Kalla. Atas bantuan dari Gubernur Sulawesi Selatan (saat itu) Zainal Basri Palaguna bersama sejumlah ulama dan tokoh muslim Sulawesi Selatan, di atas lahan tersebut dibangun asrama untuk santri putra dan putri.

Kini, pesantren tersebut telah berkembang demikian pesat dengan jumlah santri sekitar 1000 orang. Para santri ini berlajar di berbagai jenjang pendidikan formal dan nonformal yang ada di lingkungan pesantren, lengkap dengan program pendidikan life skill.  Didukung dengan unit-unit usaha yang terus dikembangkan, Nahdlatul Ulum akhirnya ditetapkan sebagai salah satu dari 9 percontohan pesantren mandiri oleh Kementerian Agama.

Advertisements

Pesantren Nahdlatul Ulum mengawali pembelajaran pada 2002. Yayasan Al- Asy`ariyah An-Nahdliyah (dulu bernama Yayasan Al-Asy’ariyah) Makassar, resmi menyelenggarakan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) dan menerima santri yang menempati asrama yang telah disediakan. Dalam kurun waktu 16 tahun, Pesantren Nahdlatul Ulum ini mampu mengembangkan luas area yang semula 3,7 hektare, menjadi 4,5 hektare. Sebuah pencapaian yang menjadi kriteria dalam penilaian pesantren mandiri. Mandiri dalam mengembangkan potensi diri dengan Sumber Daya Manusia (SDM) yang mumpuni dan mampu bersaing dalam khazanah kehidupan.

Sistem pendidikan yang ada di Pesantren Nahdlatul Ulum ini adalah terdiri dari pendidikan formal, meliputi Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs.), dan Madrasah Aliyah (MA). Sementara itu juga terdapat pendidikan nonformal yang meliputi Madrasah Diniyah dan Tahfizul Quran. Lainnya lagi merupakan bidang ekstra kurikuler, seperti bidang keagamaan, bidang kepemimpinan, bidang olah raga, bidang bahasa, bidang seni, jurnalistik, dan bidang keterampilan. Yang terakhir ini berupa keterampilan menjahit atau border (tata busana).

Aminah Mart Milik Pesantren Nahdlatul Ulum.

Menjadi Pesantren Mandiri

Pesantren Nahdlatul Ulum Maros, Sulawesi Selatan dijadikan percontohan (peta jalan) pesantren mandiri karena memiliki potensi luar biasa dalam membangun sebuah kemandirian. Dari berbagai hasil riset diketahui bahwa pesantren ini telah melahirkan generasi yang siap bersaing di kancah kehidupan. Karena di dalam pesantren, life skill juga dijadikan sebagai pembelajaran dalam menghadapi dunia kerja. Maka tidak dapat dimungkiri bahwa dari lulusan pesantren ini banyak santri yang mampu bersaing dengan dunia luar.

Kemandirian yang diharapkan pemerintah adalah mandiri dalam segala bidang. Mandiri di dalam pengetahuan keagamaan, bidang sosial kemasyarakatan, dan mandiri di bidang-bidang usaha. Jika kemandirian yang seperti ini telah dicapai, maka para santri akan menjadi treck centre kehidupan untuk memberikan kemanfaatan di tengah kehidupan bermasyarakat. Selain itu Pesantren Nahdlatul Ulum mampu berdiri tegak di atas kemandirian pesantren itu sendiri tanpa bergantung kepada donatur dan dana masyarakat.

Untuk mendukung program kemandiran pesantren, maka pengurus Pesantren Nahdlatul Ulum mendirikan beberapa unit usaha, di antaranya mini market “Aminah Mart”, usaha laundry, dan kantin. Mini market “Aminah Mart” dua lantai dengan luas 300 meter persegi ini menyediakan kebutuhan sehari-hari, seperti bahan pangan, busana, dan peralatan pendidikan. Tak hanya untuk memenuhi kebutuhan santri, “Aminah Mart” juga menyediakan kebutuhan sehari-hari bagi sekitar pesantren.

Dengan beberapa unit usaha seperti mini market, laundry, dan kantin itu akhirnya pondok pesantren ini memiliki sumber pendanaan untuk membiayai sebagian dari kegiatan-kegiatan yang dilaksanakannya. Tak hanya itu, dengan pengelolaan unit usaha yang melibatkan santri, dengan sendirinya para santrinya juga dididik untuk menjadi insane-insan mandiri yang siap ketika saatnya tiba hidup di tengah-tengah masyarakat.

Pesantren Ramah Anak

Selain menjadi percontohan pesantren mandiri, Nahdlatul Ulum juga dijadikan sebagai pelopor pesantren ramah anak. Penetapan Nahdlatul Ulum sebagai pesantren ramah anak diberikan berdasarkan hasil assesment pesantren di lima kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan oleh Kementerian Perlindungan Perempuan dan Pemberdayaan Anak RI bekerja sama dan Kementerian Agama RI.

Ramah anak berarti memberikan pelayanan yang baik terhadap kebutuhan anak. Santri yang sedang belajar di pesantren ini diberikan waktu untuk “bermain” di sela kegiatan pesantren yang sangat padat. Karena karakter seorang anak adalah bermain dan bersenang-senang dalam menjalani kehidupan. Maka seorang guru (ustaz di pesantren) harus dapat memberikan edukasi yang membuat para santri menjadi senang, bahagia, dan bersemangat, senyampang belajar untuk menjadi insan yang siap bersaing dalam kehidupan.

Diniyah Formal

Salah satu nilai lebih yang ada di Pesantren Nahdatul Ulum Sulawesi Selatan ini adalah adanya Pendidikan Diniyah Formal (PDF). PDF merupakan sekolah agama formal untuk mencetak santri yang mendalami ilmu agama atau tafaqquh fiddin. Hal ini terlihat dari segi mata pelajaran yang diajarkan seperti ilmu falaq, ilmu arubi, ilmu mantiq dan ilmu balaghah yang sudah sangat jarang ditemukan di madrasah atau pesantren pada umumnya. Tentu tidak ketinggalan pula materi seperti tafsir, hadis, fikih dan usul fikih, nahu-saraf, ilmu tauhid, dan ilmu kalam.

Pendidikan Diniyah Formal merupakan salah satu usaha untuk memberikan pelayanan yang lebih mendalam terkait dengan keislaman. Jika di madrasah-madrasah juga dipelajari materi keagamaan (Islam), di PDF lebih menjangkau kepada mata pelajaran yang tidak diajarkan di madrasah. Seperti ilmu falaq yang akhir-akhir ini sudah jarang diajarkan di lembaga pendidikan, termasuk di lembaga-lembaga pesantren. Maka Pendidikan Diniyah Formal memberikan jalan keluar untuk lebih memahami dan memantapkan pengetahuan dengan jangkauan yang lebih luas.

Itulah sekilas profil dari Pesantren Nahdlatul Ulum di Maros, Sulawesi Selatan. Pesantren yang baru berusia 20 tahun ini telah membuktikan diri sebagai pesantren yang dapat bersaing di tingkat nasional dan internasional. Terbukti dengan dijadikannya sebagai percontohan pesantren mandiri oleh Kemenag serta beberapa santrinya yang telah lulus mampu bersaing di tengah kehidupan masyarakat yang beragam. Wallahu A’lam!

Multi-Page

4 Replies to “Potret Pesantren Mandiri (5): Nahdlatul Ulum Maros”

Tinggalkan Balasan