PERAYAAN I
sehabis desing-desing itu tanda sudah tiba puasa pertama

di atas lencak terbuat dari daging-daging bambu
aku sobek ayamku, ibu melengkapi makanan kesukaan kami, serbuk kacang tanah, irisan mentimun, daun kelor, nasi yang menguning khas, dan senyum ayah merekah dicampur lodeh terong, ibu ikut serta tersenyum, semanis puasa tahun lalu dan kakek-nenek masih ada “adakah usia dijeda sebentar saja”
malam tiba, harapan diburu meski tak kasat mata
yang bergelimang di rawa-rawa
tempat nongkrong, jalan becek serta dalam debur ombak laut. ayah mengabulkan permintaanku, ibu menyambung “nak baik-baik ya disini”
ia sunyi membakar suara
aku dapati ibu berdiri
merangkul
dan mengelus dada yang ke tiga kali.
2025.
PERAYAAN II
sore itu kau bercerita; di halte kota tentang amalan puasa dan puisi
dan setia aku mendengarnya
lewat suara-suara yang bersahutan di tengah udara
serta angin yang membawa sebuah kata rahasia
ia berkata “kata itu suara, suara adalah kata”
sejenak pun
kita terhenti
dan menjadi dewasa.
2025.
PERAYAAN III
di trotoar-trotoar berbeda
suara-suara melengking merayu Tuhannya
ia sayu tanpa nama
memusatkan isi-isu kepala setiap sudut
kutelan satu di antara yang kita dengar
hingga angan-angan terparkir
“adakah yang kita lagukan tersisa di ujung hati ini hingga kita rayakan bersama-sama”
aku tak bisa
memastikannya dan berkata bahwa setiap suara memantaskan diri untuk berlabuh dan menyala dari ramai damai
aku hanya mengingat
di langit
ada hiasan terbuka
tiada____indahnya
seterbuka dari kebebasan-kebebasan.
Telang, 2025.