Salah Kaprah Soal Kejawen

1,047 views

Banyak yang berasosiasi mistik dan klenik jika mendengar kata kejawen. Satu kata yang diasosiasikan sebagai laku-laku spiritual yang penuh dengan hal-hal ghaib khas orang Jawa ini rupanya mempunyai cerita panjang dan salah tafsir. Tidak heran jika banyak di antara kita yang mempersamakan laku spiritual orang Jawa adalah kejawen, mungkin karena namanya ada jawa-jawanya kali ya. Padahal, kejawen bukanlah hal yang seram dan mencekam.

Konsepsi pertama adalah, jika membicarakan mengenai laku spiritual khas Jawa atau Nusantara, maka kejawen bukanlah sebuah terminologi yang cocok. Karena, kejawen sendiri baru muncul saat era Wali Songo. Dalam buku Ketua LESBUMI NU, Agus Sunyoto, beliau menjelaskan bahwa agama asli Jawa adalah Kapitayandan bukan animism, dinamisme, atau kejawen.

Advertisements

Lalu, sebenarnya dari mana datangnya istilah kejawen ini?

Dalam artikel kali ini, penulis mendasarinya dari sumber yang terpercaya, yaitu sebuah Induk Ilmu Kejawen yang ditulis oleh Damar Shasangka. Isi dari buku tersebut adalah terjemahan dari kumpulan Wirid Hidayat Jati, sebuah informasi-informasi kejawen dari Kanjeng Sunan Kalijaga dan diteruskan oleh Kanjeng Sultan Agung Prabhu Anyakrakusuma, dan dilanjutkan lagi oleh Raden Ngabehi Ranggawarsita.

Wirid Hidayat Jati adalah rujukan utama bagi penganut Kejawen. Jika ditelusuri, Kejawen pada mulanya diprakarsai oleh para Wali Songo. Karena pembawanya adalah para wali yang menyebarkan agama Islam di Nusantara, tentu saja aromanya adalah Islam tasawuf. Ajaran Kejawen bahkan ditulis dengan Bahasa Jawa baru dan naskah-naskah aslinya masih disimpan rapi di Keraton Surakarta, Keraton Yogyakarta, Pakualaman, Mangkunegara, dan Kecirebonan.

Perkembangan selanjutnya, karena ketidaktahuan masyarakat umum, Kejawen dianggap sebagai sebuah aliran di luar dari Islam. Sehingga biasanya yang mengaku sebagai Kejawen akan dikucilkan karena mendapat stigma negatif dari golongan selainnya. Hal ini akhirnya juga mengakibatkan putusnya hubungan mereka dengan Islam, dalam artian, penganut Kejawen juga akhirnya memisahkan diri dari Islam. Di abad ke-19, di mana hubungan antara Kejawen dan Islam memburuk, akhirnya muncul sebuah wacana ahistoris yang mengaburkan sejarah dan menyatakan bahwa Kejawen adalah agama asli Jawa.

Oleh karena itu, dengan mengacu kepada sejarah, alangkah baiknya definisi Kejawen diluruskan. Dan, atas dasar itu pula perlu mempertimbangkan fakta-fakta sejarah mengenai Kejawen, di antaranya adalah, pertama, Kejawen pada mulanya dibawa oleh para wali dan bukanlah ajaran asli Jawa karena tidak dijumpai istilah Kejawen pada lontar-lontar Majapahit atau kerajaan-kerajaan pra-Majapahit. Kedua, Kejawen adalah ajaran dengan substansi Islam karena banyak sekali dijumpai naskah-naskah yang saat ini juga masih disimpan rapi di keraton-keraton.

Sebenarnya, nama Wirid Hidayat Jati sendiri adalah nama yang diberikan oleh Ranggawarsita yang mengumpulkan wejangan-wejangan ilmu Kejawen. Dan secara konotasi, Wirid Hidayat Jati mempunya arti yang luas dan besar. Wirid sendiri berarti sesuatu yang berhubungan dengan ibadah dan dilakukan secara terus-menerus. Sedangkan, hidayat berarti petunjuk, sebuah kata dari Bahasa Arab. Dan, jati adalah kata yang berasal dari kata sejati dan memiliki arti yang sesungguh-sungguhnya, atau sebenar-benarnya. Jika digabungkan, maka makna dari Wirid Hidayat Jati sendiri kurang lebih ‘wejangan yang berisi petunjuk kebenaran untuk memicu para hamba agar senantiasa beribadah kepada Allah.’

Namun, sebelumnya Wirid Hidayat Jati ini sering dikenal dengan berbagai macam sebutan, di antaranya adalah Ngelmu Kasampurnan, Ngelmu Kak (Ilmu Haq), dan Ngelmu Sangkan Paraning Dumadi. Tetapi, sebenarnya istilah-istilah tersebut juga dapat ditemui dalam Wirid Hidayat Jati.

Yang terakhir adalah, sesungguhnya yang disebut Kejawen adalah ajaran-ajaran yang tertulis dalam Wirid Hidayat Jati. Jadi, tidak benar jika kita memberikan stigma bahwa kejawen adalah agama asli Jawa atau kejawen terlepas dari substansi keislaman. Justru, Kejawen adalah corak Islam tasawuf yang disebarkan oleh para Wali Songo.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan