Salam Tempel atau Transfer Saja

Para santri dari Pesantren Mangga Bolong tersulut emosinya dan bersiap menggelar demo. Musababnya, ada tayangan salah satu stasiun televisi yang “nyinyirin” kebiasaan santri atau orangtua santri memberikan amplop ketika sowan kepada kiai.

Menurut penyiar stasiun televisi tersebut, tradisi salam tempel itu sebagai penghisapan dari yang kaya kepada yang masih miskin. “Masa santri yang miskin malah ngasih kepada kiai yang sudah kaya raya,” demikian pernyataan penyiar tersebut. “Itu hanya lazim di zaman perbudakan!”

https://www.instagram.com/jejaringduniasantri/

Ketika para santri bersiap hendak demo, sang kiai justru mencegahnya. “Nggak usah demo, nanti-nanti ditransfer saja,” saran sang kiai. “Daripada menimbulkan fitnah, kan.”

Pengurus pesantren akhirnya membuka rekening di Bank Meong, yang masih satu induk perusahaan dengan stasiun televisi tersebut.

Sejak itu, para santri atau orangtua santri, atau masyarakat umum, sering datang ke teller Bank Meong. Apalagi tujuannya kalau bukan untuk mentransfer dana ke rekening Pesantren Mangga Bolong. Kiai tak lagi menerima amplop atau salam tempel dari tetamu yang sowan. Seluruh dana pesantren ngendon di Bank Meong.

Peristiwa ini, oleh pimpinan bank tersebut, diinformasikan kepada pimpinan stasiun televisi yang masih satu induk perusahaan. Tak lama kemudian, muncul tayangan berita di televisi tersebut.

Isi beritanya: Pesantren Mangga Bolong merupakan salah satu pesantren yang sudah maju, sudah menganut nilai-nilai modern. Buktinya, membuka partispasi aktif publik sehingga masyarakat banyak yang memberikan donasi melalui Bank Meong untuk kemajuan pesantren tersebut.

Berita tersebut dilengkapi dengan gambar video yang memperlihatkan beberapa santri dan orangtua santri yang sedang antre di teller Bank Meong.

Para santri yang sedang berada di ndalem senyum-senyum melirik siaran berita tersebut dari televisi butut di meja Pak Kiai.

“Sekarang sumbangan kalian sudah disebut donasi ya, bukan salam tempel he-he-he. Salam tempel sekarang justru dipakai para koruptor untuk menyembunyikan jejak kejahatannya,” ujar kiai sambil senyum-senyum. Para santri pun manggut-manggut.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan