Pondok pesantren di Indonesia saat ini ibarat jamur di musim penghujan. Selain jumlahnya yang begitu banyak, pesantren juga bisa “tumbuh” di tempat dengan beragam latar belakang dan kondisi. Mulai dari daerah pegunungan, pesisir pantai, tengah kota, bahkan lahan kosong bekas tempat pelacuran pun bisa disulap menjadi singgasana harapan yang memancarkan cahaya keilmuan yang menyinari di tengah gelapnya zaman.
Seorang kiai dalam membangun pesantren tidak seperti usahawan dalam membangun kerajaan bisnis yang penuh dengan pertimbangan untung-rugi. Letak yang strategis hingga kondisi pangsa pasar seakan menjadi syarat utama pembangunan bisnis. Sebab, seorang pebisnis paham betul, bahwa produk bisnis mereka suatu saat akan mengalami pasang-surut sesuai dinamika zaman. Namun, seorang kiai dan pesantrennya tidak seperti itu. “Komoditas” utama pesantren selamanya tidak akan pernah sirna, karena komoditas itu adalah keilmuan dan keberkahan. Karenanya, seorang kiai pasti yakin sebab sumber keilmuan tidak akan sepi dari pelanggan.
Daerah Pesisir
Letak dari pesantren yang beragam sudah barang tentu memiliki keunikan sesuai kondisi geografisnya. Salah satu latar tempat yang unik adalah pesantren yang berada di daerah pesisiran pantai. Pesisir pantai yang nota bene beriklim panas dan cenderung kumuh, serta kerap memiliki problem pada air dan udara bersih, sebenarnya secara geografis kurang layak menjadi tempat berkumpulnya sebuah komunitas banyak orang seperti pesantren.
Sebagai contoh pesantren-pesantren yang memiliki latar tempat berupa pesisir adalah gugusan pesantren daerah Sarang, Jawa Tengah. Di daerah pesisir pantai utara Jawa ini banyak berdiri dan terus kembang pesantren-pesantren yang terletak tepat di perbatasan Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dengan latar tempat pesisir pantai, ternyata tidak membuat pesantren-pesantren di Sarang sepi peminat. Justru, telah tercatat ada puluhan ribu santri yang berdomisili di Sarang dan tak kurang dari ribuan santri memutuskan untuk bergabung di komunitas besar ini setiap awal tahun ajaran baru.
Pertanyaannya, dengan latar tempat berupa pesisir yang cenderung panas dan kumuh lengkap dengan segala problematikanya ini, mengapa pesantren pesisir pantai, khususnya pesantren-pesantren di daerah Sarang, tetap eksis hingga kini?