Seorang pejalan merabas belantara sunyi
Melewati pahit getir malam, sendiri ia
Berdarah-darah, berlari dari kejaran
Bayang-bayang kekasih
“Sebenarnya adakah tempat sembunyi
dari sorot mata yang lirih itu?”
Seorang pejalan merapal permohonan
Berlarik-larik puisi ia tuliskan, sebab
Perpisahan ternyata bisa beranak pinak
Bermacam perasaan dan kegelisahan
“Adakah yang lebih mengharu biru
dari keterpisahan dan perjumpaan, Tuhan?”
Oh, seorang pejalan tak kunjung bisa lari
Dari kegelisahan dan bayang-bayang kekasih
Tersesat ia dan lelah, rindu dan cinta telah
Menjerat memeluk sekujur tubuh ringkihnya
“Kegelisahan adalah hijau rerumputan yang disinggahi musim kemarau
sementara danau dan sungai kehilangan riak dan jalan setapak kian kering
Kegelisahan adalah anak panah yang tak menemui ganggang untuk melesat
sementara kijang tengah berlarian dan cuaca bersampur gaun yang cerah
Kegelisahan adalah debur ombak yang tak menabrak karang bebatuan
sementara angin terus membadai dan mendung yang kelam tetap abai
Kegelisahan adalah kutukan bagi jilatan api yang berkobar di tengah hutan
sementara rindang pepohonan selalu menjadi rumah singgah kenari setia
Kegelisahan adalah aku yang tersesat di labirin malam hening yang sendiri
sementara cahaya wajahmu direnggut jarak dan sunyi datang tanpa peduli.”
Februari 2020.