Kalimat “Surga di bawah telapak kaki ibu” telah menjadi jargon yang sangat akrab di telinga kita untuk menempatkan ibu dalam posisi mulia. Namun, di era keterbukaan informasi sekarang ini, muncul diskusi di kalangan penuntut ilmu: Apakah hadis tersebut shahih? Sebagian pihak dengan cepat melabelinya sebagai hadis palsu atau lemah, yang terkadang membuat kita ragu untuk mengutipnya lagi.
Lantas, bagaimana timbangan syariat memandang hal ini? Mari kita bedah tuntas agar rasa hormat kita kepada ibu tetap tegak di atas landasan ilmu yang kokoh.

Hadis Dhaif
Secara ilmiah, kita perlu jujur pada literatur. Redaksi populer “Al-Jannatu tahta aqdamil ummahat” memang dinilai dhaif (lemah) oleh pakar hadis. Namun, jangan terburu-buru menyimpulkan bahwa maknanya salah.
Para ulama menjelaskan bahwa meskipun lafal tersebut lemah, maknanya sahih dan tetap terjaga melalui jalur riwayat lain yang lebih kuat. Dalam Musnad Ahmad, Sunan an-Nasa’i, dan Ibnu Majah, terdapat riwayat dari Mu’awiyah bin Jahimah yang mendatangi Nabi SAW untuk meminta izin ikut berperang.
Nabi SAW bertanya: “Apakah kamu masih punya ibu?” Ia menjawab: “Ya.”
Kemudian Beliau bersabda:
فَالْزَمْهَا؛ فَإِنَّ الْجَنَّةَ تَحْتَ رِجْلِهَا
Artinya: “Tetaplah bersamanya (berbakti), karena sesungguhnya surga itu ada di bawah kakinya.” [1]
Hadis ini dinilai hasan sahih oleh Al-Hakim, disetujui oleh Imam Adz-Dzahabi, dan didukung oleh Al-Mundziri. Jadi, secara esensi, pesan bahwa surga diraih melalui pengabdian kepada ibu adalah ajaran yang autentik.
Makan “Di Bawah Kaki”
Mengapa surga diletakkan di bawah kaki ibu? Imam Al-Munawi dalam mahakaryanya, Faidh al-Qadir, menjelaskan sebuah filosofi yang mendalam:
