Semua lembaga pesantren di Indonesia merupakan kekayaan eksakta bagi sarana pembelajaran di dalam menimba ilmu pengetahuan secara konkret dan intensif. Hal ini tampak sekali dari padatnya jadwal pengajian serta ragam kitab yang dipelajari di dalam pondok pesantren. Namun, dalam tradisi pesantren, ada banyak hal substansial yang lebih urgen ketimbang ilmu pengetahuan, yakni adab atau etika. Termasuk etika dan estetika dalam mencari ilmu.
Imej yang melekat di pesantren adalah akhlak, karena selain itu penulis hanya bisa mengatakan pemanis buatan saja seperti juara kelas di pesantren misalnya. Buku ini, yang merupakan terjemahan dari kitab Ta’limul Muta’aallimi Thariqat Ta’allumi, memang berisi tentang akhlak, atau adab, atau etika dan estitka dalam menuntut ilmu. Kitab ini merupakan karya ulama besar Burhânuddîn Ibrâhim al-Zarnûji al-Hanafi. Kata al-Zarnûji sendiri dinisbatkan kepada salah satu kota terkenal dekat sungai di Oxus, wilayah Turki pada waktu itu.
Biasa disebut Ta’lim, kitab ini ini diajarkan hampir di seluruh pondok pesantren karena harus menjadi panduan bagi santri dalam mengaji, menuntut ilmu, dan memperoleh berkah. Jika ingin menjadi santri sukses, maka kuncinya memang ngaji kitab Ta’lim dulu. Karena itu tepat ketika diterbitkan ke dalam bahasa Indonesia diberi judul Suluh Pelajar Sukses. Tentu, terjemahan ini dimaksudkan agar pelajar yang belum akrab dengan kitab kuning bisa ngaji Ta’lim dari bahasa yang berbeda.
Dengan kehadiran buku ini, kita diajak menyelami alam pesantren di mana etika atau akhlak menjadi suluh kehidupan santri selama menimba ilmu, entah itu ketika mengaji bareng, makan bareng, kongkow bareng, dan lain sebagainya. Dari kehidupan pesantren itulah para pelajar bisa menumbuh kembangkan karakter kejujuran. Kenapa saya bilang demikian, Bung Hatta pernah mengatakan, “Kurang cerdas dapat diperbaiki dengan belajar. Kurang cakap dapat dihilangkan dengan pengalaman. Namun tidak jujur itu sulit diperbaiki.”