Setiap kali teknologi baru muncul, biasanya selalu disambut dengan dua reaksi ekstrem masyarakat: euforia dan ketakutan. Yang satu terlalu percaya diri, sedangkan yang lain terlalu curiga. Kini, giliran kecerdasan buatan—khususnya AI generatif seperti ChatGPT, Claude, Gemini, dan beberapa AI generatif lainnya—yang menjadi pusat perhatian. Bagi beberapa orang, ini adalah dobrakan besar peradaban. Tapi bagi yang lain, ini ancaman besar yang akan membuat manusia kehilangan kemampuan berpikir, menulis, bahkan bernalar.
Kekhawatiran itu memang terdengar masuk akal. Di mana teknologi yang spektakuler ini bisa menjawab pertanyaan apa pun, menyusun esai, membuat puisi, menulis skrip, menerjemahkan, merancang strategi, dan bahkan menulis kode pemrograman dalam waktu yang begitu singkat—bukankah itu akan membuat manusia malas berpikir? Tinggal klik dan semua jadi dan tersaji. Otak tak perlu repot-repot. Nalar bisa dilipat dan disimpan tanpa dipakai.

Namun apabila kita menoleh kembali perjalanan sejarah masa lalu, kita akan menemukan pola yang serupa. Hampir semua teknologi besar pada awal kemunculannya ditanggapi dengan ketakutan yang sama. Listrik yang dahulu dianggap berbahaya. Terdapat banyak kekhawatiran bahwa manusia akan tergantung pada energi yang tak kasat mata dan berisiko besar jika disalahgunakan. Tapi coba bayangkan hidup hari ini tanpa listrik, begitu tak terpikirkan bagi kita bersama.
Kemunculan internet pun mengalami nasib serupa. Ketika mulai menyebar pada awal 1990-an, banyak yang curiga dan khawatir: apakah ini akan merusak tatanan sosial? Apakah sepenuhnya orang akan hidup dalam dunia maya dan melupakan realitasnya? Dan apakah ini akan membuka pintu kebebasan tanpa batas? Ketakutan itu terbukti tidak sepenuhnya salah. Tapi pada saat yang sama, internet juga telah menjadi fondasi bagi dunia yang kita kenal sekarang. Ia mempercepat penyebaran ilmu pengetahuan, membuka akses informasi tanpa batas, dan menyambungkan manusia dalam skala yang tak pernah dibayangkan sebelumnya.
Media sosial, mungkin, adalah contoh yang paling kompleks. Ia membuka ruang ekspresi yang luar biasa luas. Tapi ia juga membawa konsekuensi yang berat: polarisasi politik, penyebaran hoaks, kekerasan digital, dan ujaran kebencian yang masif. Namun seperti halnya teknologi lain, yang menjadi masalah bukan medianya, tapi bagaimana manusia menggunakannya. Dan di tengah semua itu, dunia terus berjalan dan berkembang. Masyarakat tak bisa terus-menerus menolak, hanya karena takut akan perubahan.