TONG SAMPAH DAN TANAH GARAM

TONG SAMPAH
Oleh Novi Syahwalina Irsya*

dalam bahasa mata, ia cuma bangkai besi,
kuburan plastik dan tulang belulang dapur,
tempat angin basi menulis doa busuk
di antara lalat yang berzikir kelam.

https://www.instagram.com/jejaringduniasantri/

Namun siapa yang benar-benar paham?
Ia adalah rahim kedua—
menelan sisa hidup yang ditolak meja makan,
merawat bau agar tak menjelma wabah,
menyembunyikan aib agar kampung tetap harum.

Tong itu, meski dicaci,
adalah pustaka terbalik:
di dalamnya tercatat sejarah lauk yang pernah disantap,
perayaan yang pernah usai,
dan jejak tangan manusia yang tak ingin diakui.

Tanpanya, kota hanyalah ladang busuk,
lorong menjadi neraka kecil,
dan halaman rumah beralih jadi ladang penyakit.

Maka, jangan buru-buru mengutuk wadah berkarat ini;
sebab kadang yang disebut menjijikkan,
justru memikul peran paling suci—
seperti manusia buruk rupa,
yang diam-diam menanggung sampah dunia
agar hidup orang lain tetap tertata.

TANAH GARAM
Oleh Maulida Nur Fariha*

Di tanah garam berhembus doa
Laut dan tembakau jadi bahasa
Angin membawa kisah nan setia
Madura tegak sepanjang masa

Kerapan sapi riuh bergema
Cemeti menari di tengah arena
Sapi berlari secepat jiwa lari pada asa
Kejayaan tuan disanjung warga

Lelaki gagah dengan baju sakera
Belang merah hitam tanda berdaya
Sarung dan odheng jadi pusaka
Simbol keberanian tiada tara

Perempuan teduh berkebaya
Sarung batik Madura terjaga
Selawat bersambung penuh makna
Tajin seroja dibagi bersama
Cinta Rasul kan hidup di jiwa

Tujuh hari Idul Fitri kian tiba
Perayaan ketupat penuh sukma
Keramaian orang dengan perahunya
Tawa dan doa berpadu mesra

Madura …

Halaman: 1 2 Show All

One Reply to “TONG SAMPAH DAN TANAH GARAM”

Tinggalkan Balasan